Pembuktian Diri Mahasiswi Indonesia Kuliah di Belanda

Pembuktian Diri Mahasiswi Indonesia Kuliah di Belanda
Christina Kurniawan. Foto Angger Bondan/Jawa Pos/JPNN.com

Ayah dan ibu Tina memang sangat mendorong anaknya menjadi sosok yang terdidik. ”Saya selalu ingat kata-kata orang tua saya. Yang bisa mengubah nasib keluarga adalah pendidikan,” tuturnya. Dia menambahkan, bisa melanjutkan kuliah di Unika WM saja menjadi anugerah baginya.

Maka, pada Agustus 2013, Tina berangkat ke Belanda. Dia mulai berkuliah di The Hague University Belanda. Dua bulan pertama, Tina masih beradaptasi dengan lingkungan. Beberapa kali dia harus menahan dinginnya hawa Kota The Hague (Den Haag). Di sana Tina mengambil jurusan process and food technology.

Sekitar enam bulan dia menjalani masa perkuliahan di kampus. Sisanya, Tina menghabiskan waktu untuk magang sekaligus melakukan penelitian di Nutricia Research Netherlands.

Ketika kuliah di negara itu, Tina merasa takut dan khawatir apakah dirinya bisa berkuliah dengan baik. Apalagi jika teringat kata-kata orang tuanya yang tidak ingin anaknya mencoreng nama Indonesia. Meski begitu, Tina terus berusaha yang terbaik. Setiap pelajaran usai, Tina selalu belajar lagi agar lebih memahaminya.

Perjuangan Tina pun membuahkan hasil. Setelah ujian, nilai-nilai mahasiswa ditempelkan di depan dan Tina mendapatkan nilai tertinggi. Namun, bukannya dapat pujian, dia malah mendapat respons yang sinis dari teman-teman yang lain. ”Mereka bilang, saya cari muka biar disayang dosen,” bebernya.

Dia menyadari persaingan di Indonesia dan luar negeri sangat berbeda. Menurut Tina, di Belanda temannya cenderung lugas mengungkapkan kebencian dan persaingan. Berbeda halnya dengan di Indonesia. Kompetisinya lebih bersahabat dan masih menjaga perasaan.

Ketika mendengar kalimat tersebut, Tina hanya diam. Dia tidak menggubrisnya. Perempuan kelahiran Surabaya, 13 Juni 1992, itu justru lebih giat belajar. Motivasinya sederhana. Dia tidak ingin memalukan nama Indonesia dan membuat orang tua kecewa. ”Setiap pelajaran, saya takut banget. Berangkat rasanya membawa banyak beban dari orang tua,” ungkapnya dengan nada parau.

Hasil kerja keras Tina tidak sia-sia. Semua nilainya di atas 8. Bahkan, di antara mahasiswa lainnya, hanya Tina yang mendapat predikat cum laude. Tina berhasil meraih grade point average (GPA) 8,5.

Tidak ada salahnya bermimpi setinggi-tingginya. Sayangnya, mimpi besar seseorang tidak jarang menjadi bahan caci maki. Namun, hal itu tidak menyurutkan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News