Pemerintah Batalkan Penerapan BMAD Pelat Baja, Pengusaha Galangan Kapal Happy

Pemerintah Batalkan Penerapan BMAD Pelat Baja, Pengusaha Galangan Kapal Happy
Suasana salah satu galangan kapal di Batam, Kepulauan Riau. Foto: batampos/jpg

Sehingga mereka memilih menunda pengiriman kapal meski sudah selesai dikerjakan.

“Awalnya, memang terbitnya nota dinas untuk penerapan bea masuk tersebut pada awal tahun 2019 ini menjadi pukulan bagi pihak kami pengusaha kapal. Padahal regulasi tersebut sudah dilahirkan sejak 2016 lalu,” jelas Hengky.

Disebutkan Hengky, apabila pemerintah ngotot menerapkan kebijakan ini, maka konsekuensinya banyak perusahaan shipyard akan angkat kaki dari Batam.

Kemudian ada sekitar 200 ribu pekerja galangan kapal yang bakal kehilangan pekerjaan. Selain itu, secara umum juga akan memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi Kepri.

“Ekonomi Kepri akan goyang, apabila kebijakan ini dipaksakan. Karena 60 persen lebih pergerakan ekonomi di Kepri, Batam khususnya, bergantung pada sektor galangan kapal,” tegas Hengky.

Saat Rakerkonas Apindo di Batam, Selasa (2/4) lalu, Hengky memang yang paling lantang menyuarakan keberatan pengusaha galangan kapal terhadap penerapan bea masuk antidumping impor HRP. Ia menyampaikan hal ini langsung ke Wapres Jusuf Kalla yang hadir dalam acara tersebut.

“Mengapa kita impor kapal dari luar negeri tak perlu bayar. Tapi impor kapal ke dalam negeri di Batam harus bayar bea masuk Rp 3 miliar untuk satu kapal. Kita akan kalah saing nanti,” kata Hengky, saat itu.

Seperti yang diketahui, saat ini ada sekitar 110 perusahaan galangan kapal di Batam. Perusahaan galangan kapal milik Hengky sendiri mampu memproduksi hingga 50 kapal dalam setahun. Karena bea masuk antidumping (BMAD) ini, banyak kapal yang tak bisa keluar dari Kepri.

Pemerintah resmi membatalkan pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap impor produk pelat baja atau hot rolled plate (HRP) dari Tiongkok, Ukraina, dan Singapura.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News