Pemerintah Dinilai Keliru Anggap Produk Tembakau Alternatif Sama Dengan Rokok

Pemerintah Dinilai Keliru Anggap Produk Tembakau Alternatif Sama Dengan Rokok
Rokok dan asbak. Foto/ilustrasi: Ayatollah Antoni/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah disarankan membuat regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif. Pasalnya, dengan masih menyamakan produk tembakau alternatif seperti rokok kemudian mengatur ke dalam regulasi yang sama, maka pemerintah melakukan kekeliruan.

Ahli toksikologi dari Universitas Airlangga, Sho'im Hidayat menjelaskan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, memang menggunakan bahan baku dari tembakau seperti rokok. 

Namun, produk tersebut tidak membakar tembakau, tapi memanaskan pada suhu maksimum 350 derajat celcius dengan menggunakan perangkat elektronik khusus, sehingga tidak menghasilkan TAR dan memiliki zat kimia berbahaya yang lebih rendah daripada rokok.

“Karena tidak mengandung TAR, regulasinya sebaiknya dibedakan dengan rokok. Jadi, tentu regulasinya harus dibedakan karena tidak ada TAR lagi, yang ada hanya nikotin,” kata Sho’im.

TAR merupakan zat kimia berbahaya yang dihasilkan dari proses pembakaran. Berdasarkan data National Cancer Institute Amerika Serikat, TAR mengandung berbagai senyawa karsinogenik yang dapat memicu kanker. 
Hampir dari 7.000 bahan kimia yang ada di dalam rokok, 2.000 di antaranya terdapat pada TAR.

Dengan tidak adanya TAR, Sho’im melanjutkan, produk tembakau yang dipanaskan bukan berarti bebas risiko. 

“Risiko itu kan peluang terjadinya hal yang negatif, dalam rokok ya penyakit. Nah, kalau produk tembakau yang dipanaskan itu meski tidak bebas risikonya sepenuhnya, tapi risikonya jauh lebih rendah daripada rokok,” katanya.

Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan Institut Federal Jerman untuk Penilaian Risiko (German Federal Institute for Risk Assessment) pada 2018 lalu. 

Dengan masih menyamakan produk tembakau alternatif seperti rokok kemudian mengatur ke dalam regulasi yang sama, maka pemerintah melakukan kekeliruan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News