Pencopotan Dirut BJB Dinilai Kontra UU Perseroan Terbatas

Pencopotan Dirut BJB Dinilai Kontra UU Perseroan Terbatas
Bank BJB. ILUSTRASI. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Utama Bank BJB Ahmad Irfan diberhentikan dari jabatannya. Pemberhentian ini telah disepakati di dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank bjb Tbk (BJBR) yang digelar di Hotel Aryaduta, Kota Bandung, Selasa (11/12/2018).

Merespons hal tersebut, Pengamat Hukum Korporasi Indonesia, Dewi Djalal menilai secara normatif apa yang dilakukan oleh Ridwan Kamil sangat tidak sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) dimana dasar poses pemberhentian seorang Direksi PT diatur jelas di dalam aturan tersebut.

“Berdasarkan UUPT wajib dilakukan pemberitahuan kepada yang bersangkutan (direksi yang mau dihentikan-red) minimal 14 hari sebelum RUPS bukan dilakukan saat RUPS,” kata Dewi kepada wartawan, Selasa (18/12).

Dewi menjelaskan dalam RUPS pun yang bersangkutan berhak atas Hak Jawab dan beberapa syarat formal dan material yang harus dipedomani.

“Pemberitahuan dan Hak Jawab kepada Direktur yang diberhentikan di tengah masa jabatan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Perseroan, biarpun di dalamnya ada indikasi lain,” paparnya

Dewi pun mengaku heran mengapa Dirut BJB diberhentikan belum lama ini, mengingat perusahaan perbankan tersebut sudah menghasilkan profit cukup besar.

“Melihat prospek dari luar perusahaan tersebut memiliki progres yang cukup pesat dibanding sebelumnya," tukasnya.

Dirinya menambahkan dalam perusahaan milik pemerintah pusat atau daerah biasanya pemegang saham tidak dapat provide kepastian nama calon direksi atau komisaris, hingga last minute masih bisa berubah.

Dewi Djalal menilai pencopatan Direktur Utama Bank BJB Ahmad Irfan sangat tidak sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) .

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News