Penderita Diabetes Terkena COVID-19, Ibarat Menyiramkan Bensin ke Api Dalam Sekam

Penderita Diabetes Terkena COVID-19, Ibarat Menyiramkan Bensin ke Api Dalam Sekam
Ilustrasi Covid-19. Foto: Ricardo/JPNN.com

Ketua Terpilih PB IDI sekaligus Ketua Tim Mitigasi COVID-19 PB IDI, Dr. Muhammad Adib Khumaidi menuturkan, ada dua kontraindikasi absolut atau kondisi yang tidak boleh mendapatkan vaksin COVID-19 yakni riwayat syok anafilaktik pascasuntikan apapun dan penyakit autoimun.

"Dua itu saja kontraindikasi absolut tidak boleh divaksin. Tetapi kondisi lain atau kriteria eksklusi seperti kanker, diabetes, tekanan darah tinggi. Artinya, jika gula darah tinggi (misalnya) tidak boleh (divaksin)," kata dia.

Hal ini berarti, pasien diabetes perlu mengendalikan gula darahnya dulu untuk bisa mendapatkan vaksin.

Terkait hal ini, menurut Johanes, kadar gula yang buruk bisa menyebabkan hasil vaksinasi menjadi tidak efektif.

Selain itu, ada hipotesis mengenai kemungkinan terjadinya hal-hal yang ditakutkan semisal kondisi hingga mengharuskan diabetesi dirawat, pingsan akan lebih kompleks bila gula darahnya masih tidak terkendali sebelum divaksin.

Walau begitu, beberapa waktu lalu ada syarat hasil pemeriksaan hbA1c untuk menggambarkan rata-rata kadar gula darah selama tiga bulan terakhir. Menurut Adib, apabila hbA1C kurang dari 5 maka seseorang boleh divaksin.

Tetapi, hbA1c tidak menggambarkan kondisi aktual saat itu,dua atau tiga hari menjelang divaksin.

Sementara biaya pemeriksaan hbA1C tidak murah dan tak semua wilayah memiliki fasilitas pemeriksaan ini, belum lagi ada kebijakan PSBB dan PPKM.

Diabetes merupakan komorbid urutan kedua terbanyak pada pasien COVID-19 yang meninggal dunia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News