Pengalaman Ulama Suni 'Belajar' di Komunitas Syiah Iran (1)

Kaligrafi Indah Itu Ternyata Pelaris Dagangan

Pengalaman Ulama Suni 'Belajar' di Komunitas Syiah Iran (1)
Prof Dr M. Ali Aziz (kiri) di depan Masjid Shah dengan desain tanpa atap yang setelah Revolusi Iran kini diganti namanya menjadi Masjid Khumeini. Foto : M. Ali Aziz for Jawa Pos

Dia menunjukkan beberapa bukti, antara lain, gambar pedang pada jimat di Jawa. Gambar itu diduga kuat adalah gambar pedang Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang juga sangat populer di Iran.  Kaligrafi berbentuk kepala singa yang banyak kita jumpai di Indonesia juga sangat mungkin dari Iran. Sebab, gambar tersebut juga ada di bendera Iran pada zaman pemerintahan Shah Pahlevi. Orang Iran menyebut gambar itu dengan shir va khurshid (harimau dan matahari).

Saat berada di pasar dekat masjid, saya ditawari Buyuk yang sudah lansia itu untuk membeli tasbih zahra untuk oleh-oleh. "Tasbih apa lagi," pikir saya. Saya menduga tasbih (alat penghitung zikir) itu terbuat dari bunga karena zahra dalam bahasa Arab berarti bunga. Setelah masuk toko, ternyata itu tasbih biasa seperti yang banyak dijumpai di Indonesia.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa orang Iran menyebut itu dengan tasbih zahra. Ternyata, karena orang Iran menggunakan tasbih selain untuk berzikir subhanallah, alhamdulillah, dan Allahu Akbar, juga untuk memanggil-manggil imam atau orang suci pujaan mereka. Ya Zahra  (gelar untuk Fatimah, putri Rasulullah, istri Ali bin Abi Thalib) atau Ya Husein (cucu nabi, putri Fatimah) atau Ya Abal Fadhal (imam atau pejuang yang terpotong-potong tubuhnya karena membela Imam Husein di Karbala).

Sebelum keluar dari toko, pemilik toko mengangkat  tangan saya sambil mengatakan dengan bahasa Persia,  Andunezi khaeli khube. Ba Iran Israel ra ruswa kunim (Indonesia sangat baik, bersama Iran, kita tumpas Israel?. "Bale. Mamnun," jawab saya, yang berarti, ya dan terima kasih.

Saya tidak tahu dia paham atau tidak terhadap jawaban saya. Tapi, yang jelas, dia kemudian mengangkat kedua ibu jari tangannya (Jika hanya mengangkat satu ibu jari, itu berarti penghinaan di Iran). Tapi, karena sudah menjadi kebiasaan, saya sering keliru memuji orang dengan satu ibu jari. (bersambung)

Untuk yang ketiga, Prof Dr Moh. Ali Aziz MA, guru besar Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, diundang ke Iran untuk menjadi imam Tarawih dan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News