Pengamat Politik: Wajar Media Asing Soroti Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Lebih lanjut, dia menjelaskan situasi itu disebabkan karena munculnya politik dinasti.
Dia menegaskan bahwa politik dinasti berbeda dengan politik family.
Dalam demokrasi, family politik diperbolehkan seperti mantan presiden punya anak yang berkarir di politik.
Sementara dinasti politik, seseorang yang berkuasa melawan konstitusi demi memuluskan kepentingan politik keluarga.
Menurut dia, politik dinasti adalah ketika pemimpin di suatu negara mendistribusikan kekuasan dan kemakmuran berpijak pada kedekatan kekeluargaan seperti yang berlangsung pada model monarkhi atau kerajaan dinasti.
Hal ini mengkhawatirkan muncul di Indonesia yang awalnya berjalan melalui proses kandidasi Gibran di MK yang menunjukkan berlangsungnya nepotisme dan pelanggaran etik berat.
“Itulah yang menyebabkan Indonesia mengalami erosi demokrasi. Tentunya ini menjadi meresahkan buat kita,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti mengingatkan kepada generasi muda dan aktivis prodemokrasi terhadap ancaman nepotisme politik yang terlihat nyata dalam kontestasi Pilpres 2024
Pengamat Politik UNAIR Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman menilai wajar apabila demokrasi elektoral di Indonesia mendapat sorotan media asing.
- Beri Kuliah Program Doktor, Bamsoet Ingatkan Pentingnya Keseimbangan Demokrasi dan Hukum
- Forum Purnawirawan TNI Usul Copot Wapres Gibran bin Jokowi, Pengamat: Ekspresi di Negara Demokrasi
- Jokowi Tempuh Jalur Hukum Perihal Tudingan Berijazah Palsu, Pengamat Politik Boni Hargens: Ini Pelajaran Berdemokrasi
- Soal Tuduhan Ijazah Palsu Kepada Jokowi, Pengamat: Kegagalan Memaknai Demokrasi dan Cara Beroposisi yang Sehat
- Pengamat BRIN: Wapres Gibran Berperan untuk Perkuat Demokrasi Sipil
- Pengamat Politik IPI: Gibran Berperan Penting Merawat Demokrasi Sipil