Pengkhianat Tebal

Oleh Dahlan Iskan

Pengkhianat Tebal
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Graham tidak mau merespons. Ia memegang handphone. Ia lantas terlihat sibuk dengan gadget-nya itu.

Baca Juga:

Ia memijit-mijit nomor, lalu mendekatkan telepon itu ke telinga kanannya. Wajahnya agak menunduk. Maskernya ia lorot sampai ke  dagu.

Ia bicara entah dengan siapa. Dengan raut muka disantai-santaikan. Kadang sedikit senyum kecil. Ia juga tidak mau ditanya. Dengan alasan masih bicara di telepon –sambil menunjuk alat itu.

Teriakan terus menghujatnya. Ruang tunggu itu tidak penuh. Teriakan-teriakan itu membuat penumpang lain tertarik mendekat. Hanya beberapa yang tidak beranjak dari  tempat duduk asal di ruang tunggu itu.

Polisi lantas datang. Tiga orang. Sang polisi mengajak Graham meninggalkan ruang tunggu itu. Satu polisi mepet di badannya sebelah kiri. Satu polisi lagi terus memegangi pundak kanan Graham.

Mereka menuju tanda Exit di ruang tunggu itu. Agak jauh. Melewati tiga gate.

Sepanjang perjalanan itulah Graham terus diteriaki. Dicaci. Dimaki. Mereka ramai-ramai  'mengantarkan' Graham sampai ke lorong 'Exit' itu.

Begitu banyak penumpang yang membuat video adegan itu. Lalu mengunggahnya ke medsos. Terlihat Graham terus menunduk di sepanjang ruang tunggu itu. Dengan wajah yang tetap tidak tegang atau marah.

Rupanya, pun di Amerika, emak-emak juga militan di politik. Yang paling lantang justru teriakan suara dua wanita.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News