Pengurus Korup Dipertahankan, Kader Kritis Malah Dipecat

Pengurus Korup Dipertahankan, Kader Kritis Malah Dipecat
Politikus Partai Golkar Yorrys Raweyai. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Koordinator Bidang Polhukam DPP Partai Golkar (PG) Yorrys Raweyai merasa pesimistis pada kondisi internal partainya saat ini. Dia mengkritik elite Golkar yang seolah tak peka pada kondisi saat ini, bahkan justru main pecat terhadap kader yang tak sejalan.

Yorrys mengatakan, awalnya dirinya sangat yakin Golkat akan bangkit ketika musyawarah nasional luar biasa (munaslub) pada 2016 telah melahirkan nakhoda baru. Bahkan arah politik PG kembali ke garis perjuangan dan jati dirinya dengan mendukung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Munaslub Golkar 2016 juga mengasilkan kesepakatan politik, termasuk komitmen PG dalam upaya pemberantasan korupsi dan narkoba. Partai yang kini dipimpin Setya Novanto itu juga menganggap komitmen tersebut sebagai syarat utama yang akan menjamin terwujudnya visi 2045 PG.

"Karena itu, sejak awal saya memprediksi kebangkitan Partai Golkar yang sudah berada di depan mata. Apalagi, dampak konflik yang memanas pada tahun-tahun sebelumnya sempat membuat partai ini terkoyak dan tercabik hingga melahirkan friksi," kata Ketua Koordinator Bidang Polhukam DPP Partai Golkar (PG) Yorrys Raweyai, Minggu (3/9).

Tapi kini, Golkar dirundung banyak masalah. Setya Novanto yang menjadi ketua umum Golkar pada munaslub di Bali, Mei 2016, kini menjadi tersangka korupsi e-KTP. 

Kader-kader Golkar juga bermasalah dan dijerat KPK. Misalnya, Fahd Arafiq yang kini menjadi terdakwa korupsi proyek Alquran, atau Markus Nari yang menyandang status tersangka e-KTP.

Ada pula kader Golkar di daerah seperti Wali Kota Tegal Sita Masitha dan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti yang ditangkap KPK karena suap. "Sulit untuk memungkiri, kenyataan ini begitu getir untuk dirasakan oleh seluruh komponen kepartaian," kata Yorrys.

Sebagai partai pendukung pemerintah dan akan mengusung Joko Widodo pada Pemilu 2019, kata Yorrys, Golkar seharusnya bisa mengidentifikasi diri sebagaimana karakter kepemimpinan presiden yang beken disapa dengan panggilan Jokowi itu. Namun, kata Yorrys dengan penuh penyesalan, yang terjadi justru sebaliknya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News