Penjelasan Pejabat Kemenko Perekonomian soal Upah Buruh per Jam

Penjelasan Pejabat Kemenko Perekonomian soal Upah Buruh per Jam
Rencana penerapan aturan upah buruh per jam menjadi polemik. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Rencana penerapan upah buruh per jam yang akan dituangkan ke dalam RUU Omnibus Law klaster Cipta Lapangan Kerja, menuai polemik. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak aturan tersebut.

KSPI mengkhawatirkan upah minimum akan hilang jika terjadi perubahan sistem upah menjadi per jam, karena dapat menyebabkan pengurangan upah yang merugikan para pekerja.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono memastikan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tidak akan menurunkan upah minimum pekerja sehingga masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir.

“Upah minimum tidak turun, dipastikan tidak turun. Itu dulu prinsipnya. Jadi jangan ada ke kekhawatiran di mana-mana nanti wah ini akan terjadi penurunan upah minimum,” katanya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (17/1).

Dijelaskan Susiwijono bahwa upah minimum itu juga tidak dapat ditangguhkan sehingga perusahaan wajib memenuhi ketentuan upah minimum terlepas dari kondisi perusahaan tersebut.

Menurutnya, nilai upah minimum justru berpotensi semakin naik dengan ditentukan berdasarkan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah sehingga lebih proporsional.

“Tidak dibikinkan secara nasional tapi mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah per provinsi yang selama ini juga ada angkanya dari BPS,” ujarnya.

Di sisi lain, peraturan terkait upah minimum tersebut hanya berlaku bagi pegawai baru dengan masa kerja kurang dari satu tahun serta akan disesuaikan untuk yang memiliki kompetensi lebih.

Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja disebut-sebut akan mengatur upah buruh menjadi per jam, begini penjelasan pejabat kemenko bidang perekonomian.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News