Penyelenggara Haji dan Umrah Mengeluhkan Sanksi Berlapis di UU Cipta Kerja

Penyelenggara Haji dan Umrah Mengeluhkan Sanksi Berlapis di UU Cipta Kerja
Jemaah haji. Foto Yessy Artada/jpnn.com

Namun yang bermasalah ialah yang tercantum dalam pasal selanjutnya, yakni pasal 125 dan pasal 126.

"Disebutkan bahwa PIHK maupun PPIU yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 118A dan 119A juga bisa dikenakan pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda paling banyak Rp10 miliar," kata Bukhori.

Ia mengatakan konsekuensi dari tumpang tindih pasal terkait sanksi itu akan membuka celah bagi terjadinya multitafsir atau pasal karet karena penegak hukum dapat mengenakan sanksi pidana saja atau sanksi administratif dan sanksi pidana sekaligus.

Dari segi etika hukum, Bukhori menganggap pemberlakuan sanksi berlapis itu pun tidak pada tempatnya alias tidak adil karena melampaui batas kewajaran.

Hal itu karena kedua sanksi tersebut menjerat perusahaan atau lembaga sekaligus pemiliknya di waktu yang sangat bersamaan.

Padahal, pelanggaran pada pasal tersebut tidak termasuk yang pasti menimbulkan kematian.

Ia pun menduga munculnya ambiguitas terkait pengenaan sanksi berlapis untuk satu perbuatan dalam UU itu, sesungguhnya karena ketergesa-gesaan selama proses penyusunan UU Cipta Kerja.

Bukhori mengklaim pembahasannya saat itu dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI secara terpisah dari PKS, khususnya terkait sanksi pidana pada pasal 125 dan 126 UU Nomor 8/2019 dengan menambahkan batas waktu lima hari.

Asosiasi penyelenggara ibadah haji dan umrah mengeluhkan ancaman sanksi berlapis di UU Cipta Kerja.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News