Peraturan MK Dinilai Kontra UU Pilkada

Peraturan MK Dinilai Kontra UU Pilkada
Praktisi Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Benteng Harapan, Ardy Susanto. FOTO: DOK.PRI for JPNN.com

Kedatangan FMPP 2015 ini diterima oleh Ketua Komisi II DPR Rambe Kamaruzaman dan Wakil Ketua Ahmad Riza Patria serta beberapa anggota Komisi II DPR.

Koordinator FMPP 2015, Frederikus Tulis menilai penafsiran Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 158 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada membingungkan. Bahkan Frederikus menilai penafsiran MK yang tertuang dalam bentuk ayat sisipan di Peraturan MK Nomor 5 Tahun 2016 terkait batasan selisih perolehan suara sebagai syarat formil mengajukan gugatan ke MK, mengangkangi Pasal 158 UU Pilkada itu sendiri. Hal ini jelas tidak sesuai amanat UU.

“Kita berharap MK dapat menjadi ruang untuk mewujudkan keadilan substantif,” tegas Frederikus Tulis.

Ia menjelaskan, syarat selisih untuk melakukan gugatan itu jelas kalau merujuk pada Pasal 158 UU Pilkada adalah penerapan hasil penghitungan suara oleh KPU, bukan dihitung dari perolehan suara terbanyak seperti yang MK inginkan di dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Tahun 2015.

Menanggapi aspirasi FMPP 2015 itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria menyatakan sangat menyambut positif terkait masukan tersebut. Bahkan, Riza Patria berpandangan lebih ekstrim lagi terkait persoalan yang sedang diadukan.

“Saya juga menilai MK telah melakukan kesalahan penafsiran, MK bukan Mahkamah Kalkulator,” kata Riza Patria.

Riza sendiri mengaku sudah melakukan simulasi hitungan dengan mengambil sampel di beberapa daerah dengan memakai metode yang tertuang dalam UU yang ada di PMK. “Hasilnya jelas-jelas beda,” tegas Riza.

Riza menambahkan jika perlu bahkan kedepan dalam rencana revisi UU Pilkada, tidak boleh ada lagi batasan-batasan saat ada pihak yang ingin mencari keadilan akibat sengketa hasil pemilihan kepala daerah. Sebab, kata Riza, dengan batasan seperti ini berarti peserta Pilkada bisa saja berpikiran untuk berbuat kecurangan dan kecurangan tersebut dilakukan dengan cara di atas batasan prosentase yang ditentukan, maka bisa dipastikan tidak bisa digugat karena selisihnya akan lebih besar dari syarat selisih yang ditentukan. Alhasil pintu untuk mencari keadilan semakin tertutup.

JAKARTA – Sejumlah kalangan mempertanyakan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat penyelesaian sengketa hasil penghitungan suara Pemilihan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News