Perawat Panti Jompo Asal Indonesia Membantah Stereotip di Tengah Kurangnya Pekerja Laki-laki

Perawat Panti Jompo Asal Indonesia Membantah Stereotip di Tengah Kurangnya Pekerja Laki-laki
Di tengah banyaknya masalah dalam industri panti jompo Australia, minimnya keberagaman gender adalah salah satunya. (ABC Great Southern: Mark Bennett)

"Kebanyakan laki-laki [yang bekerja di panti jompo] sudah seumur saya, karena banyak yang tidak mau kotor, tidak mau jorok," kata Wirawan yang berusia 63 tahun.

"Perempuan muda juga kebanyakan punya latar belakang lain seperti mengajar atau akuntansi... enggak punya latar belakang lokal dan sementara bekerja seperti ini dulu untuk hidup."

Dari sisi upah, Wirawan juga berpandangan bahwa jumlahnya tidak sepadan dengan pekerjaan yang "memerlukan kesabaran".

"Khususnya anak-anak muda, sudah jelas mereka tidak mau karena gajinya average saja," katanya.

Upah sebagian besar perawat panti jompo lebih rendah dari upah rata-rata nasional yang adalah sekitar A$1.260 (Rp13 juta) per minggu.

Di tempat kerja Wirawan, pekerja tetap digaji A$26 (Rp 271 ribu) per jam, sementara pekerja tidak terikat kontrak (kasual) digaji A$32 (Rp 334 ribu) per jam.

Menyukai pekerjaan di panti jompo

Sementara itu, warga Indonesia lain bernama Fransi Hartono mengaku suka dengan pekerjaannya di panti jompo Ozcare yang berlokasi di Queensland.

"Saya menikmati pekerjaan saya sekarang. Tiap hari tantangan yang kita hadapi berbeda. Bahkan kadang tiap menit bisa berubah," katanya.

Industri panti jompo Australia masih didominasi oleh pekerja perempuan di tengah banyaknya stereotip dan hal lain yang menyebabkan laki-laki enggan menggelutinya

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News