Pertemuan dengan Jokowi Belum Tuntaskan Polemik Cantrang

Pertemuan dengan Jokowi Belum Tuntaskan Polemik Cantrang
Para nelayan saat melakukan bongkar muat ikan di Darmaga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lempasing di Teluk Betung Barat, Bandarlampung. Foto: M. Tegar Mujahid/Radar Lampung

Menurut Riyono, sebenarnya para nelayan tidak keberatan untuk beralih alat tangkap. Jika itu lebih menguntungkan nelayan.

Namun selama ini kenyataannya, alat tangkap yang ditawarkan pemerintah, gillnet, tidak efektif dan hanya bersifat musiman.

”Kalau masih maksa kami berganti, ayo KKP kita tantang untuk Uji Petik bareng,” katanya.

Selain itu, Susi dianggap sepihak karena hanya mementingkan nelayan di Jawa. Bani Amin, Ketua Umum Dewan Pengurus Cabang (DPC) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Pontianak, yang juga terlibat dalam aksi pada Rabu (17/1) di seberang Istana Merdeka, menyebut pernyataan Susi itu berbeda dengan saat menemui demonstran.

”Bu Susi itu saat aksi kemarin di Monas itu dia tidak bicara seperti itu. Dia bicara kepada nelayan tidak mengkotak kotak nelayan Jawa dan Kalimantan. Cantrang diperbolehkan dengan jeda waktu tak ditentukan,” ujar dia kepada Jawa Pos, Jumat (19/1).

Termasuk syarat lain tidak menambah kapal, tidak menambah alat cantrang, dan kesesuaian ukuran kapal.

Bani menuturkan di Kalbar memang tidak dikenal cantrang, tapi mereka biasa menyebutnya lampara dasar (landas) atau pukat hela. Saat ini di Kalbar, ada sekitar 2.800 kapal kecil berukuran 10 gross ton.

Mereka tersebar di Kabupaten Kubu Raya, Kayong utara, Ketapang, Mempawah, dan Sambas. Wilayah melaut para nelayan itu berkisar di wilayah pengelolaan perikanan 711 yang meliputi Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan.

Susi Pudjiastuti ternyata belum mengubah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 2 tahun 2015 tentang pelarangan cantrang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News