Perubahan Tata Kelola Hutan di Era Presiden Jokowi

Perubahan Tata Kelola Hutan di Era Presiden Jokowi
Menteri LHK, Siti Nurbaya. Foto: KLHK

Dari tahun 2015 ke tahun 2016 terjadi penurunan sebesar 94%. Dari tahun 2016 ke 2017 juga mengalami penurunan sebesar 36%, dengan luas areal terbakar pada rentang tahun yang sama menurun berturut-turut sebesar 83% dan 62%.

Beberapa pendekatan yang dilakukan pemerintah adalah dengan peringatan dan deteksi dini, respon dini, patroli rutin, pelibatan Pemda serta masyarakat, dan upaya menyeluruh lainnya mengingat Indonesia memainkan peran strategis dalam memperkuat kerjasama global mengenai perubahan iklim.

Buku SOIFO 2018 juga memaparkan berbagai kegiatan pelibatan masyarakat dalam perhutanan sosial. Sampai Juni 2018, luas perhutanan sosial mencapai 1,7 juta hektar yang dikelola sekitar 384 ribu keluarga. Selain itu, untuk pertama kalinya sejak kemerdekaan Indonesia, pemerintah mengakui hutan adat dan perlindungan hutan dengan melibatkan partisipasi masyarakat melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan.

Masyarakat juga dilibatkan dalam pengelolaaan kawasan konservasi. Ditambah lagi, dorongan untuk agar kontribusi ekonomi nasional dan sektor swasta dari sektor kehutanan terus meningkat. Yang terakhir ini menurut Menteri Siti, sedang dalam tantangan dan diselesaikan KLHK bersama-sama APHI dipimpin Indroyono Susilo yang juga hadir dalam acara tersebut.

Respons sangat positif dari FAO direfleksikan dengan ungkapan pentingnya langkah-langkah besar Indonesia yang menjadi sangat berarti bagi dunia. FAO akan membantu dukungan sistematis dan teknis untuk pendampingan bagi kelompok masyarakat dalam agroforestri, agrosilvopastur dan agrosilvofishery dengan penyuluhan hutan sosial dan lembaga keuangan mikro, begitupun dalam tata kelola gambut termasuk dalam rencana pengembangan International Peatland Centre di Indonesia.

"Secara khusus telah dibahas dengan Deputy DG FAO untuk formulasi konkret langkah-langkah dukungan FAO dan mengundang FAO ke Indonesia pada September mendatang," kata Menteri Siti.

Pada kesempatan tersebut, Menteri Siti bersama Ketua Umum APHI juga menyerahkan souvenir kayu ukiran Jepara berupa burung Elang Bondol untuk diletakkan di ruang lobby atau ruang Indonesia di Markas besar FAO. "Semoga upaya menyampaikan kepada dunia langkah korektif Presiden Jokowi ini dapat dipahami dan akan mengurangi 'tekanan' internasional kepada Indonesia atas alasan lingkungan, misalnya seperti isu sawit," tutup Menteri Siti. (adv/jpnn)


Setelah hampir 15 tahun, Indonesia kembali tampil pada forum organisasi pangan dan pertanian di bawah naungan PBB.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News