Perubahan Tata Kelola Hutan di Era Presiden Jokowi

Perubahan Tata Kelola Hutan di Era Presiden Jokowi
Menteri LHK, Siti Nurbaya. Foto: KLHK

Menteri Siti menjelaskan bahwa The State of Indonesia’s Forests (SOIFO) 2018 memuat hasil dari berbagai langkah koreksi sektor kehutanan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Buku ini memaparkan informasi mendalam tentang kebijakan pengelolaan hutan Indonesia dan komitmen Indonesia terhadap perubahan iklim global (climate change), dari tahun 2015 sampai pertengahan 2018.

Pada diskusi yang berlangsung di Sheikh Zayed Center, Menteri Siti menginformasikan berbagai tindakan strategis dan cepat yang dilakukan terhadap berbagai persoalan pengelolaan hutan Indonesia, terutama persoalan-persoalan yang menjadi perhatian dunia Internasional. Persoalan-persoalan tersebut di antaranya luas dan tutupan hutan, deforestasi dan degradasi hutan, peran masyarakat dalam pengelolaan hutan, pengelolaan kawasan konservasi, serta kontribusi ekonomi dari hutan dan peran swasta.

Buku SOIFO 2018 menyatakan bahwa 63 persen wilayah Indonesia atau sekitar 120,6 juta ha adalah kawasan hutan (forest area). Tantangan pengelolaan kawasan hutan seluas itu dijawab dengan melakukan terobosan pengelolaan hutan (dan lahan gambut), pelibatan sektor swasta, pelaksanaan kebijakan efektif, pelibatan masyarakat dan masyarakat adat, serta terobosan pemanfaatan hasil hutan secara optimum melalui pelaksanaan sembilan agenda prioritas (NAWACITA) pemerintahan Joko Widodo.

Buku tersebut juga memuat informasi tentang angka deforestasi tertinggi yang terjadi pada periode tahun 1996 sampai 2000 yaitu sebesar 3,5 juta ha per tahun. Angka ini menurun pada periode 2002 sampai 2014 dan meningkat kembali pada periode 2014 sampai 2015 sebesar 1,09 juta ha.

''Di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, pada periode 2015-2016 serta 2016-2017, deforestasi kembali menurun menjadi hanya sebesar 0,63 dan 0,48 juta ha,'' ungkap Menteri Siti.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya pencegahan deforestasi dan degradasi hutan, di antaranya melalui kebijakan strategis moratorium pemberian izin baru pada hutan primer dan lahan gambut yang terus dipertahankan sampai saat ini.

Selain itu, pemerintah juga memberikan akses kepada masyarakat untuk hutan dapat dikelola secara lestari dan bertanggungjawab melalui Perhutanan Sosial dan TORA, menyelesaikan berbagai konflik penggunaan lahan, dan melakukan pemantauan izin serta penegakan hukum.

Pengelolaan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kini dikelola dengan sistem yang terintegrasi sehingga jumlah titik panas (fire hotspot) terus menurun dari tahun ke tahun.

Setelah hampir 15 tahun, Indonesia kembali tampil pada forum organisasi pangan dan pertanian di bawah naungan PBB.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News