Perusahaan Smelter Nilai Pemerintah Tak Konsisten

Perusahaan Smelter Nilai Pemerintah Tak Konsisten
Ilustrasi. Foto: JPNN

Menurut Prihadi, relaksasi yang mengancam pasokan dalam negeri tidak perlu diindahkan. Malah, pemilik perusahaan dengan fasilitas pemurnian harus diberi insentif seperti infrastruktur di daerah.

Dewan Pembina AP3I Alexander Barus yang juga chief executive officer Tsingshan Bintang Delapan Group menyatakan, lima tahun lalu dirinya berhasil meyakinkan investor asal Tiongkok untuk membangun fasilitas di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.

Perusahaan sudah berinvestasi USD 6 miliar untuk dua smelter. Keyakinan itu terbangun karena ada UU Minerba yang meminta adanya hilirisasi. Apalagi, saat peresmian smelter di Morowali oleh Presiden Joko Widodo, ada kepastian tidak adanya relaksasi.

’’Siapa lagi yang bisa dipercaya selain presiden. Kini investor resah karena bank menanyakan kelanjutan proyek,’’ ucapnya.

Dia juga merasa aneh dengan perusahaan yang meminta adanya relaksasi dengan alasan cash flow buruk. Di AP3I, sebelum membangun smelter sudah memiliki equity dan kerja sama dengan bank.

’’Rasional bisnisnya tidak bisa seperti menyanggupi membangun smelter, lalu minta ekspor supaya ada duit,’’ tuturnya.

Terpisah, di kantor Antam, Dirut Tedy Badrujaman mendukung rencana relaksasi karena bisa memberikan nilai tambah bagi pemasukan negara. Jika ekspor diperbolehkan, perusahaan siap mengekspor bijih nikel 15–20 juta ton pada 2017. ’’Kalau ekspor bijih nikel dibuka, Antam bisa menguasai pasar ekspor ke Tiongkok,’’ ucapnya.

Ekspor, menurut dia, tidak perlu dilarang karena pasti ada komitmen untuk dalam negeri. Di BUMN Pertambangan itu, kualitas bijih nikel yang tertinggi dijanjikan untuk pasar dalam negeri.

JAKARTA – Perusahaan yang hampir dan sudah menyelesaikan pembangunan smelter atau pengolahan dan pemurnian mineral menilai, pemerintah tidak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News