Pidanakan Sengketa Pajak Ancam Iklim Usaha

Pidanakan Sengketa Pajak Ancam Iklim Usaha
Pidanakan Sengketa Pajak Ancam Iklim Usaha
Selama ini, kata Sofyan, sengketa pajak lebih sering berasal dari permasalahan restitusi atau penetapan pajak yang tak fair. Celah-celah semacam ini yang menjadi kekuatan tawar buat Gayus-Gayus Pajak untuk menekan wajib pajak. "Wajib pajak bisa dibawa ke pidana jika memang melakukan tindak pidana. Jika tidak harus perdata. Kasus Soekanto Tanoto itu seharusnya dibawa ke perdata," kata Sofyan.

Premis Sofyan ini menguatkan pandangan ahli hukum pidana Yahya Harahap dalam sidang lanjutan kasus Asian Agri di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa lalu. Dalam keterangannya yang disampaikan kepada majelis hakim, Yahya menilai bahwa sengketa pajak tidak masuk dalam ranah hukum pidana. Ia menilai perkara ini seharusnya diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Kalau pembayaran pajak ini masih bisa diselesaikan pembayaran, tidak perlu ditempuh jalur pidana," tuturnya.

Yahya juga mengatakan, jika terjadi kesalahan dalam mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), maka yang harus dilakukan wajib pajak itu adalah memperbaiki sendiri kekeliruan tersebut. Namun menurut dia, jika SPT tersebut ternyata masih dianggap salah, maka Dirjen pajak wajib melakukan pemeriksaan berlandaskan fakta-fakta yang ada dan mengeluarkan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar).

Jika wajib pajak tetap keberatan karena  merasa tidak ada kekeliruan, dan Dirjen Pajak masih keberatan juga maka Dirjen pajak mengeluarkan SKPKB Tambahan. Jika, dalam kondisi itu wajib pajak menerima hal itu dan bersedia membayar maka persoalannya akan selesai. Namun, jika tidak maka terjadi sengketa pajak antara wajib pajak dengan Dirjen pajak. "Hal ini bukan kompetensi peradilan pidana umum," serunya lagi.

JAKARTA  - Sengketa pajak yang dibawa ke ranah hukum pidana akan memukul dunia usaha karena akan menimbulkan sentimen negatif. Premis tersebut

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News