Pilot Demokrasi
Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Sebaliknya, program yang ditawarkan oleh calon pilot kedua sangatlah menarik. Semua penumpang pesawat pasti ingin naik kelas eksekutif atau kelas bisnis yang nyaman.
Karena itu tawaran program calon pilot nomor dua sangat menarik, meskipun sebenarnya sang kandidat tidak mempunyai kemampuan kompetensi dasar mengenai penerbangan, dan tidak tahu mengenai aturannya.
Dalam sistem pemilihan demokrasi liberal langsung pilot kedua akan mudah memenangkan pemilihan.
Apalagi jika para penumpang mempunyai tingkat pengetahuan dan pendidikan yang tidak terlalu tinggi, janji-janji yang muluk itu pasti jauh lebih menarik ketimbang janji yang lebih rasional.
Singkat cerita, pilot kedua terpilih secara landslide, dengan selisih suara yang sangat besar. Dia terpilih menjadi pilot dan penerbangan akan dimulai.
Akan tetapi, mungkinkan semua penumpang akan naik ke kelas eksekutif? Janji-janji kampanye akan tetap menjadi janji kampanye.
Itulah tamsil demokrasi dalam metafora pilot pesawat itu. Dalam sistem pemilihan demokrasi liberal, sering kali terjadi seorang pilot yang tidak kompeten terpilih menjadi pemimpin penerbangan.
Calon pemimpin yang berkampanye tidak dilihat dari programnya yang realistis dan rasional, tetapi dari janji-janji politik yang lebih mengaduk suasana emosional.
Pernyataan dalam pidato Presiden Jokowi itu ibarat menepuk air di dulang tepercik muka sendiri.
- Eks KSAL Ini Anggap Gibran bin Jokowi Tak Memenuhi Kriteria Jadi Wapres RI
- Roy Suryo Ungkap Ironi Laporan Jokowi, Dilayangkan Saat Hari Keterbukaan Informasi
- Gus Din Apresiasi Jokowi Membuat Laporan ke Polisi Soal Ijazah Palsu
- 5 Berita Terpopuler: Ada Uang Setoran Masuk, Banyak NIP CPNS & PPPK Terbit, Memalukan dan Tidak Elegan
- Polisi Didesak Proses Laporan Jokowi soal Kasus Ijazah Palsu
- Jokowi Lapor Polisi, Roy Suryo: Peneliti Seharusnya Diapresiasi, Bukan Dikriminalisasi