Politikus PDIP Ansy Lema Menyoroti Persoalan Kemiskinan Petani NTT

Politikus PDIP Ansy Lema Menyoroti Persoalan Kemiskinan Petani NTT
Anggota DPR RI Dapil NTT II, Yohanis Fransiskus Lema menggelar diskusi dan konsultasi publik dengan tema “Kemiskinan dan Pola Pengembangan Lahan Kering NTT” di Aula DPD Propinsi NTT, Kota Kupang, Selasa (7/1). Foto: Dokpri

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR RI Dapil NTT II, Yohanis Fransiskus Lema menggelar diskusi dan konsultasi publik dengan tema “Kemiskinan dan Pola Pengembangan Lahan Kering NTT” di Aula DPD Propinsi NTT, Kota Kupang, Selasa (7/1/2020). Acara ini digelar dalam rangka mengisi masa reses DPR RI guna menyerap aspirasi dan masukan masyarakat NTT.

Menurut Ansy, berbicara NTT tidak terlepas dari masalah kemiskinan yang telah lama menjadi masalah serius. Saat ini tingkat kemiskinan di NTT mencapai 21,09 persen tahun 2019, jauh di atas tingkat kemiskinan nasional yang hanya mencapai 9 persen. Kemiskinan di NTT ini tidak bisa dilepaskan dari persoalan para petani, khususnya petani lahan kering.

“Kemiskinan NTT merupakan kemiskinan para petani. Untuk itulah saya ingin mendengarkan masukan dan analisis para akademisi, praktisi dan masyarakat NTT guna mencari akar persoalan dan solusi yang tepat,” demikian jelas Anggota Komisi IV DPR RI ini dalam sambutan pembuka

Kebutuhan Akan Excavator

Ansy menjelaskan, dirinya turun berdialog dengan para petani di Desa Oefafi, Kabupaten Kupang pada 6 Januari 2020. Tanah di sana sangat subur karena berwarna hitam. Namun, para petani lebih sering membuka lahan dengan mencangkul yang menguras waktu dan tenaga. Akibatnya, banyak lahan tidur yang tidak digunakan karena keterbatasan tenaga.

Ia melanjutkan, para petani membenarkan karakteristik tanah di Timor keras, kaku, berbatu dan berlapis-lapis. Karena itu, petani Oefafi mengusulkan agar pembukaan lahan dilakukan dengan excavator. Excavator dapat membongkar dan menyingkirkan lapisan batu-batu dan tanah putih. Selain itu, tanah yang telah digemburkan dengan excavator punya kemampuan menanam/menahan air. Di sisi lain, waktu pembukaan lahan lebih efektif.

Akan tetapi, penggunaan excavator bukan tanpa kendala. Kendalanya adalah memakai excavator membutuhkan dana/modal yang tidak dijangkau petani. Biaya sewa excavator Rp 4 juta/jam.

“Setelah belajar masalah bersama masyarakat, saya berkesimpulan bahwa selama ini petani tidak tidur atau ada lahan tidur, tetapi negara yang tidur. Artinya, negara tidak memberikan perhatian kepada petani lahan kering di NTT. Karena itu, pemerintah harus memberikan subsidi pembukaan lahan kering kepada petani lahan kering untuk menyewa excavator. Setelah itu negara harus menyuplai benih, anakan, juga pendampingan literasi pertanian kepada para petani,” jelasnya.

Menurut Ansy, berbicara NTT tidak terlepas dari masalah kemiskinan yang telah lama menjadi masalah serius. Saat ini tingkat kemiskinan di NTT mencapai 21,09 persen tahun 2019, jauh di atas tingkat kemiskinan nasional yang hanya mencapai 9 persen.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News