Porang Porong

Oleh: Dahlan Iskan

Porang Porong
Dahlan Iskan. Foto: disway.id

Lama-lama PT Ambico mampu membuat glukomanan. Ishii terus belajar teknologinya. Tidak mudah. Terutama teknologi pemurnian tepungnya.

Kalau awalnya hanya bisa ekspor keripik akhirnya PT Ambico bisa ekspor dalam bentuk tepung.

Namun, ekspornya itu tidak selalu mulus. Terutama ketika Jepang harus melindungi petani porang mereka sendiri.

Jepang pun menaikkan tarif impor porang. Ishii terpukul. Ia tidak bisa lagi ekspor tepung porang. Ishii tidak menyerah. Ia lihat masih ada peluang kecil: ekspor barang jadi.

Maka Ishii membuat pabrik shirataki: tepung glukomanan itu ia jadikan beras dan mi shirataki. Berhasil.

Dia pun kembali ekspor porang ke Jepang –dalam bentuk barang siap masak.

Dia merintis juga ekspor ke Tiongkok. Lalu ke Italia. Khusus yang ke Italia itu, Ishii tidak mau menyebutnya mi.

Mi tidak laku di negeri pasta itu. Maka di bungkus shirataki itu ditulis: shirataki pasta. Begitu ditulis pasta orang mau membelinya –padahal bentuknya mi juga.

Zaman itu porang dianggap sebagai tanaman liar. Tanaman pengganggu. Petani membuang-buang ubi porang agar jangan mengganggu tanaman lain.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News