Posisi Rusia Terancam di UNHCR, Tanda Kekalahan?

Posisi Rusia Terancam di UNHCR, Tanda Kekalahan?
Mayat korban kekejaman tentara Rusia bergelimpangan di jalanan Kota Bucha yang berhasil direbut pasukan Ukraina kemarin, Sabtu (2/4). Wali Kota setempat mengatakan 300 warganya telah tewas akibat invasi Rusia. Akibat kekejaman itu, keanggotaan Rusia dalam UNHCR ditangguhkan. Foto: RONALDO SCHEMIDT / AFP

jpnn.com, RUSIA - Pengamat Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Jakarta Algooth Putranto mengatakan, mayoritas negara di dunia mendukung penangguhan Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHCR).

''Mayoritas negara anggota telah menentuan keanggotaan Rusia ini. Meski unggul segala-galanya atas Ukraina, sesungguhnya Rusia ada di posisi paria. Mereka kalah di mata dunia,'' kata Algooth, Jumat (8/4).

Keanggotaan Rusia ditangguhkan setelah dituduh melakukan pembunuhan massal terhadap warga sipil di Bucha, Ukraina. Posisi Rusia pun jadi terancam dalam keanggotaan UNHCR.

Algooth menjelaskan, bukan pertama kali Rusia bersikap sewenang-wenang dalam konflik bersama Ukraina seperti kejadian ini.

Pada 2014, Rusia menyerang Ukraina Timur. Mereka dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

“Bukannya menyesal, mereka memilih keluar pada 2016. Tahun ini, melakukan invasi berkedok operasi militer khusus ketika dunia berusaha bangkit dari pandemi Covid-19. Wajar jika warga dunia menghukum Rusia,” ujar Algooth.

Dia menilai sikap Rusia terhadap UNHCR serupa dengan Uni Soviet yang menuding Organisasi Pengungsi Internasional (IRO) yang beroperasi pada 1947 sampai 1952 sebagai alat pihak Blok Barat.

Tingkah Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet dinilai ironis karena sempat mengemis kepada IRO untuk melakukan repatriasi warganya yang tinggal di pengungsian akibat Perang Dunia II.

Mayoritas negara di dunia mendukung penangguhan keanggotaan Rusia dari UNHCR setelah terjadi pembantaian warga sipil di Bucha, Ukraina

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News