Pra-Wedding di Sudut-sudut Sumba

Oleh Dahlan Iskan

 Pra-Wedding di Sudut-sudut Sumba
Dahlan Iskan.

Coba ada, saya akan ajak calon istri saya melakukan foto pra-wedding di pematang sawah. Dengan latar belakang anak yang naik kerbau. Masa kecil saya sering di atas kerbau seperti itu. Kerbaunya tetangga.

Atau saya ajak pra-wedding di pinggir sungai. Di bawah rindangnya bambrongan bambu berduri. Dengan latar belakang anak-anak memandikan sapi. Saya sering memandikan kambing-gibas saat teman-teman kecil saya memandikan sapi.

Tapi saya tidak menyesali diri. Jangankan foto pra-wedding, foto perkawinan pun tidak punya. Padahal saya sudah wartawan di tahun 1975 itu.

Hari itu saya tidak mengundang teman-teman wartawan. Perkawinan saya sederhana sekali. Dari pihak saya hanya dihadiri kakak kandung dan suaminya.

Perkawinan di perantauan: Samarinda. Jauh dari keluarga. Yang tidak mungkin punya biaya naik pesawat udara.

Saya berkain sarung yang sehari-hari saya pakai sembahyang. Pakai jas pinjaman dari teman sesama perantau. Tanpa dasi. Istri saya pakai baju khas daerah yang sederhana.

Satu jam sebelum perkawinan saya masih bekerja: di percetakan koran lokal Samarinda. Menyusun huruf-huruf timah bertinta. Menjadi sebuah rangkaian berita. Yang siap dicetak untuk pembaca.

Lalu cuci tangan. Membersihkan sisa belepotan tinta. Lalu pakai sarung. Pakai baju. Pakai jas. Pakai kopiah.

Sebagai yang orang yang pernah kawin, saya iri: kok di zaman saya dulu tidak ada pra-wedding ya?

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News