Presiden Perlu Merespons Hak Angket Terhadap KPK

Presiden Perlu Merespons Hak Angket Terhadap KPK
Presiden Jokowi. Foto dok JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Advokasi Pusat Studi Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril menilai pengajuan hak angket oleh sejumlah fraksi di DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih banyak bertujuan mengganggu proses penyidikan yang dilakukan lembaga antirasuah tersebut terhadap sejumlah kasus.

"Misalnya kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP, BLBI dan belakangan juga kasus alat kesehatan. Nah PAN masuk dari kasus terakhir, enggak tahu yang lain (fraksi-fraksi lain di DPR, red). Tapi ini bola liar politik yang dimanfaatkan oknum politikus untuk menggebuk KPK,” ujar Oce usai diskusi yang digelar di Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (6/6).

Menghadapi kondisi yang ada, Presiden Joko Widodo menurut Oce, perlu turun tangan. Paling tidak memberi pernyataan secara tegas seperti yang pernah dilakukan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa waktu lalu.

"Misalnya presiden menyatakan, 'saya mendukung KPK', atau 'KPK enggak boleh diganggu' dan 'KPK enggak boleh dilemahkan'. Itu saja cukup dari presiden, sehingga partai partai pemerintah bisa berpikir ulang," ucap Oce.

Sayangnya, kata Oce, presiden sampai saat ini tidak terlihat merespons usulan hak angket tersebut. Padahal sangat dibutuhkan untuk memotivasi kinerja KPK dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Presiden cukup menyampaikan tiga kalimat saja, 'saya berdiri di belakang KPK', 'mendukung pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK', atau menyatakan akan berhadapan dengan pihak pihak yang melemahkan KPK. Itu saja, sesuai dengan nawacita kok," pungkas Oce.(gir/jpnn)


Direktur Advokasi Pusat Studi Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril menilai pengajuan hak angket oleh sejumlah fraksi di


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News