Problem Banyak Anak dan Manusia Tidak Beragama

Problem Banyak Anak dan Manusia Tidak Beragama
Problem Banyak Anak dan Manusia Tidak Beragama

Pertanyaan mendasar akan datang dari dunia Barat: Dengan Islam menjadi mayoritas, akankah dunia lebih aman dan damai? Akankah dunia lebih sejahtera? Lebih makmur? Akankah umat manusia lebih bahagia? Apakah tidak justru sebaliknya? Lebih kacau? Lebih saling serang? Lebih saling mengafirkan? Lalu, lupa pada misi utama untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam?

Dunia Barat –dengan keunggulan teknologi, ekonomi, dan ilmu pengetahuan– tentu harap-harap cemas menghadapinya. Terutama pada 2070 nanti, ketika penduduk dunia menjadi 9,3 miliar dari 6,9 miliar saat ini.

Di era teknologi, ekonomi, dan ilmu pengetahuan, jumlah bukanlah inti kekuatan. Justru sering terjadi, dan banyak terbukti, besarnya jumlah sekadar angka tidak bertulang.

Pertambahan umat Islam yang besar itu, terang Pew, terjadi di India dan negara-negara muslim di Afrika. Keluarga mereka memiliki anak yang lebih banyak. Pada 2050 nanti, Indonesia tidak bisa lagi menyebut dirinya sebagai negara muslim terbesar. Kalah dari India.  

Sayang, banyak-banyakan anak itu, dalam ilmu pengetahuan (termasuk ilmu ekonomi), akan terkait langsung dengan tingkat kesejahteraan dan kemakmuran. Bisa-bisa tingginya angka kelahiran itu akan berdampak meningkatnya kemiskinan.

Tiongkok, misalnya, sengaja dengan keras mengendalikan angka kelahiran agar bisa meningkatkan kemakmuran rakyatnya. Seandainya tidak ada pengendalian itu, jumlah penduduk Tiongkok kini mencapai 1,7 miliar. Alias 400 juta lebih banyak daripada kenyataan sekarang yang 1,3 miliar.

Angka kelahiran yang bisa dicegah itu saja dua kali jumlah penduduk Indonesia. Atau 25 kali penduduk Malaysia. Untuk menyediakan sarana kesehatan, pendidikan, dan perumahan bagi 400 juta orang itu saja bukan main memakan kemampuan negara.

Negara-negara Barat tentu akan memperhatikan penuh pengaruh ledakan penduduk tersebut. Barat pasti khawatir kalau negara-negara berpenduduk besar itu sulit keluar dari kemiskinan. Itu, bagi Barat, akan dianggap sebagai sumber kekacauan, imigrasi, dan bahkan sampai terorisme. Maka, pekerjaan untuk meningkatkan kemakmuran di negara-negara muslim seharusnya menjadi agenda terbesar para pimpinan agama di segala lapisan.

INILAH dua hasil penelitian yang akan membuat para pimpinan agama (Islam dan Kristen), mestinya, tidak punya waktu lagi untuk bicara yang remeh-temeh.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News