Program Kartu Prakerja Berindikasi Konspiratif

Oleh: Anton Doni Dihen

Program Kartu Prakerja Berindikasi Konspiratif
Anton Doni. Foto: Dokpri for JPNN.com

Angkatan kerja kita juga mempunyai orientasi yang beragam dan tersebar di berbagai sektor. Ada yang berorientasi kewirausahaan, baik atas dasar pilihan maupun keterpaksaan situasi, dengan pilihan jenis usaha yang sangat bervariasi, dan modal kompetensi awal (aktual) yang sangat bervariasi.

Ada juga yang berorientasi mencari kerja, di sektor yang beraneka, dengan modal kompetensi awal (aktual) yang berbeda, dan sektor atau industri yang disasar pun mempunyai besaran peluang yang berbeda dan standar kompetensi yang berbeda. Tentu saja semua kompleksitas ini harus disederhanakan, tetapi penyederhanaan tersebut tidak boleh berlebihan.

Desain dasar Kartu Prakerja sebagaimana terlihat dalam Perpres 39/2020 memperlihatkan penyederhanaan berlebihan. Tidak ada pertimbangan ketepatan, kestrategisan, dan keadilan dalam kaitan dengan persoalan yang mau dijawab dan tantangan yang menghadang.

Desain ini memberikan ruang bagi program pelatihan apa saja; dengan durasi berapa saja; tidak peduli dengan unit kompetensi apa saja dan berapa saja, serta untuk kualifikasi apa saja; tidak peduli dengan tingkat keluasan dan kedalaman kompetensi; tidak peduli kelengkapan aspek kompetensi (pengetahuan, ketrampilan, dan sikap); untuk memenuhi kebutuhan industri apa saja. Apakah Manajemen Pelaksana dapat menjawab persoalan-persoalan tersebut, tentu saja tidak. Jawaban terhadap persoalan-persoalan tersebut semestinya sudah kelihatan di desain dasar yang tertuang dalam Perpres 36/2020.

Desain dasar seharusnya sudah memuat arahan-arahan strategis yang jelas, berangkat dari training needs analysis makro yang cermat, dan dengan struktur alokasi sumber daya yang jelas dengan memperhitungkan kepentingan-kepentingan strategis dan rasa keadilan masyarakat.

Kedua, indikasi konspiratif selanjutnya berkaitan dengan pemaksaan keberlakuan Perpres Kartu Prakerja dalam situasi pandemi Covid-19.

Sebagaimana telah kami sampaikan dalam tulisan kami mengenai “7 Alasan Mengapa Kartu Prakerja Koruptif”, komponen pelatihan dalam Kartu Prakerja bukan sesuatu yang dibutuhkan dan bukan sesuatu yang urgen dalam musim pandemi Covid-19.

Memaksakan diri untuk melihatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan dan sesuatu yang urgen merupakan bentuk kegilaan, dan “ketegaran” untuk memaksakan diri ini memperlihatkan sesuatu yang indikatif. Juga alasan bahwa ia harus diberlakukan karena kehendak untuk mempertahankan desain aslinya, adalah alasan yang tidak masuk akal.

Kesembronoan seperti ini tentu meniadakan sejumlah pertimbangan strategis yang semestinya menuntun program besar peningkatan kompetensi sumber daya manusia Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News