Prosedur Masih Berbelit, LPSK Harus Lebih Proaktif

Prosedur Masih Berbelit, LPSK Harus Lebih Proaktif
Prosedur Masih Berbelit, LPSK Harus Lebih Proaktif
JAKARTA - Keterlibat an masyarakat untuk melaporkan suatu kejadian tindak kejahatan dinilai masih rendah. Berbelit-belitnya prosedur pelaporan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), belum adanya jaminan perlindungan terhadap saksi dan pelapor dinilai jadi penyebabnya.

Sejumlah penggiat hukum mengkritisi Undang-Undang nomor 13 tahun 2006 terkait prosedur dan jaminan keamanan bagi saksi dan pelapor. Keluhan tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi Aparat Penegak Hukum dan Pemangku Kepentingan dalam Aktivitas Perlindungan Saksi dan Korban yang berlangsung di Hotel Best Western, Mangga Dua, Jakarta, Kamis (1/1).

"Dari pengalaman saya di lapangan, untuk bisa melaporkan tindak kejahatan dan dapat perlindungan LPSK, harus melaporkan terlebih dahulu ke polisi," kata Musli Muis, advokat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Medan, Sumatera Utara.

Menurut Musli, birokrasi ini menjadi penghalang bagi masyarakat untuk melaporkan suatu tindak kejahatan. "Bagaimana orang mau lapor ke polisi, lihat kantornya saja, dia sudah takut. Belum lagi pengajuan permohonan pelapor harus menunggu 7 hari untuk diproses. Ini kan rumit, jangan-jangan belum 7 hari, pelapor itu sudah dibunuh," tukas Musli.

Pengamat hukum dari Universitas Parahyangan Bandung, Niken Savitri mengatakan, tata cara atau prosedural yang berbelit-belit ini yang harus diubah. Dia mengusulkan, LPSK sebaiknya menerima dulu laporan dari saksi dan korban. "Pengaduan diterima terlebih dahulu dan kelengkapan berkas administrasi menyusul. Menerima laporan tidak harus didasarkan pada adanya laporan kepolisian," papar Niken.

JAKARTA - Keterlibat an masyarakat untuk melaporkan suatu kejadian tindak kejahatan dinilai masih rendah. Berbelit-belitnya prosedur pelaporan kepada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News