PSHK Dorong UU yang Melarang Politik Dinasti di Indonesia, Tidak Bisa Lagi Mengandalkan Etik

PSHK Dorong UU yang Melarang Politik Dinasti di Indonesia, Tidak Bisa Lagi Mengandalkan Etik
Pemilu 2024. Ilustrasi. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Violla Reinanda mendorong larangan politik dinasti diatur secara tegas karena potensi bahaya yang ditimbulkan.

Menurut Violla, perlu memperkuat Undang-Undang yang sudah ada karena tidak bisa lagi mengandalkan etik untuk mengunci perilaku elite maupun pejabat negara.

Namun, dia menyadari tidak mudah untuk menetapkan larangan politik dinasti karena pernah diputus Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kita tidak bisa lagi sekadar mengandalkan etik untuk mengunci perilaku elite politik/pejabat negara, karena terbukti di peristiwa ketatanegaraan akhir-akhir ini, tidak ada sama sekali budaya malu setelah terbukti melanggar etik berat dan hukum di MK,” tegas Violla, Jumat (24/11/2023).

Sebaliknya, aturan hukum yang ada saat ini harus dimaksimalkan menjadi basis pengawasan dan penegakan hukum.

“Misalnya soal-soal pidana pemilu, UU Tipikor, dan UU Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme) untuk memastikan pemilu berjalan secara fair dan bersih,” ujar Violla.

Dia juga menyarankan Pemerintah dan DPR segera merumuskan RUU Tentang Benturan Kepentingan yang sudah menjadi rekomendasi dari Tim Percepatan Reformasi Hukum Kemenko Polhukam amanat untuk pemerintahan berikutnya.

Dia berharap UU tersebut dapat mengatur secara lebih komprehensif tentang definisi conflict of interest dalam kandidasi pemilu, politik dinasti serta bagaimana membatasinya, sanksinya, dan lembaga mana yang berwenang dalam penegakan hukum.

Peneliti PSHK Violla Reinanda mengatakan tidak bisa lagi mengandalkan etik guna mengunci perilaku elite maupun pejabat negara, tetapi perlu memperkuat lewat UU.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News