Puasa dan Pendidikan Keluarga

Muhammad Kosim, Dosen UIN Imam Bonjol Padang

Puasa dan Pendidikan Keluarga
Berdoa. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, PADANG - Puasa mengandung hikmah yang amat kaya. Puasa tidak sekadar ibadah ritual yang mendekatkan diri seorang hamba kepada Allah SWT. Puasa mengandung nilai-nilai edukasi bagi setiap mukmin, termasuk memberi penguatan terhadap pendidikan keluarga.

Keluarga merupakan lembaga utama untuk mendidik karakter anak. Bangsa yang berkarakter dan masyarakat yang berperadaban, terlahir dari kumpulan keluarga yang berkualitas, sehat dan sejahtera. Dan, puasa menjadi salah satu model pendidikan yang amat penting untuk mewujudkan keluarga ideal tersebut.

Jika merujuk PP No. 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga, yang juga dipopulerkan oleh BKKBN, terdapat delapan fungsi keluarga. Delapan fungsi itu bisa dioptimalkan selama puasa dalam membentuk dan mendidik keluarga ideal.

Pertama, fungsi keagamaan. Setiap mukmin diwajibkan mendidik dan memelihara keluarganya agar terhindar dari api neraka (Qs. At-Tahrim/66: 6). Maka agama menjadi pendidikan yang paling fundamental diberikan kepada setiap anak, termasuk di keluarga.

Melalui Ramadhan, sejumlah ibadah dapat dijalankan dengan melibatkan keluarga secara bersama, seperti shalat jamaah, tarawih, tadarus, berinfak, zakat fitrah, dan berpuasa. Rangkaian ibadah ini merupakan bagian upaya untuk memuliakan keluarga sekaligus menyelematkannya dari penderitaan dan siksaan api neraka.

Pentingnya keluarga melakukan penguatan agama pada anak tidak saja di saat mereka berusia anak-anak. Tetapi, hingga mereka dewasa orang tua tetap memberikan perhatian dan pendidikan yang benar terhadap agama anaknya. Seperti Nabi Ya’kub a.s., menjelang kematiannya ia mengkhawatirkan akidah anak-anaknya yang sudah dewasa: ma ta’buduna min ba’di? “apa yang kalian sembah sepeninggalku?” (Qs. Al-Baqarah/2: 133).

Kedua, fungsi sosial budaya. Indonesia dikenal sebagai bangsa yang berbudaya luhur dengan tampilan budi pekerti yang ramah tamah, santun, saling menghargai, senang bergotong royong, memiliki raso pareso yang tinggi, dan sebagainya. Namun, potret masyarakat dewasa ini nyaris mengikis budaya luhur tersebut akibat hawa nafsu manusia yang serakah tanpa kendali. Maka keluarga harus mengambil peran memperkuat tatanan sosial masyarakat yang berbudaya luhur.

Melalui bulan puasa, keluarga dapat mengasah rasa kepedulian pada sesama, seperti berempati pada fakir miskin yang biasa didera kelaparan dan kehausan, menyemerakkan tradisi ta’jil saat berbuka, saling mengingatkan tetangga waktu sahur, serta menghindari pertikaian dan pertengkaran yang dapat merusak hubungan antar sesama. Di akhir Ramadhan, setiap anggota keluarga juga diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah sebagai ekspresi kepedulian pada sesama.

Puasa tidak sekadar ibadah ritual untuk mendekatkan diri kepada Allah, tapi juga mengandung nilai-nilai edukasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News