Puasa dan Pendidikan Keluarga

Muhammad Kosim, Dosen UIN Imam Bonjol Padang

Puasa dan Pendidikan Keluarga
Berdoa. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

Ketiga, fungsi cinta kasih. Keluarga mengajarkan kasih sayang kepada anak sejak alam rahim. Suatu ketika Nabi SAW mencium cucunya Hasan. Al-Aqra’ bin Habis at-Tamimi berkata: Aku memiliki anak sepuluh, tidak satu pun di antara mereka yang saya cium. Nabi bersabda: Siapa yang tidak memberi kasih sayang, maka tidak akan dirahmati (HR. Bukhari).

Banyak kasus penyimpangan moral yang dilakukan anak karena kurang perhatian dan kasih sayang dari keluarga. Begitu juga kasus ujaran kebencian (hate speech) yang kian meningkat di masyarakat harus diatasi dengan pola pendidikan keluarga yang berbasis kasih sayang.

Bulan puasa menjadi momen bagi setiap orang tua untuk meningkatkan intensitas komunikasi dan perhatian antara orang tua dengan anak-anaknya, terutama saat berbuka, sahur, dan melaksanakan ibadah ritual lainnya.

Keempat, fungsi perlindungan. Orang tua harus memberikan perlindungan kepada anak-anaknya dari pengaruh negatif lingkungan sekitarnya. Dan perlindungan paling utama adalah memberikan penguatan pada mental, karakter, dan rohani anak. Termasuk melindungi akidah anak dari pengaruh ajaran sesat, paham ekstrem kanan (radikalisme agama) dan ekstrem kiri (paham liberal).

Puasa hadir melatih seseorang agar menjadi manusia bertakwa. Salah satu makna takwa adalah wiqayah, atau memelihara diri. Puasa mendidik kita agar mampu memelihara akidah, menjaga ibadah, dan merawat akhlak sebagai wujud dari manusia bertakwa. Tegasnya, ketaatan pada ajaran agama yang ditanamkan dan dibiasakan keluarga akan memberi daya imun yang kuat bagi mentalitas anak agar terhindar dari godaan setan dan pengaruh negatif lingkungannya.

Kelima, fungsi reproduksi. Pernikahan yang sah dalam keluarga akan menyalurkan nafsu seksualitas manusia secara benar lalu melahirkan keturunan yang sah. Pernikahan itu harus dijaga dengan kesetiaan dan ketaatan pada aturan Allah. Sebaliknya, jika ada perselingkuhan dalam keluarga akibat dorongan nafsu syahwat yang tak terkendali, pasti akan berdampak pada mentalitas anak-anaknya.

Dengan pasangan yang halal saja dilarang melakukan hubungan seksual selama puasa. Hal ini mengajarkan agar setiap mukmin mampu mengendalikan nafsu syahwatnya. Bahkan Rasulullah SAW memerintahkan para pemuda untuk menikah, namun jika tidak sangup hendaklah berpuasa. Puasa bisa menghindarkan seseorang dari perbuatan zina.

Buya Hamka dalam buku “Tuntunan Puasa, Tarawih dan Idul Fitri” menegaskan pula bahwa salah satu hikmah puasa adalah mengendalikan nafsu seks dan nafsu perut. Keduanya menimbulkan malapetaka bagi sejarah kehidupan manusia jika tidak terkendali. Maka fungsi reproduksi dalam keluarga kian sehat dan terhormat dengan ibadah puasa.

Puasa tidak sekadar ibadah ritual untuk mendekatkan diri kepada Allah, tapi juga mengandung nilai-nilai edukasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News