Rasa Curiga dalam Pendapat Hakim Saldi Isra di Putusan MK

Rasa Curiga dalam Pendapat Hakim Saldi Isra di Putusan MK
Hakim MK Saldi Isra saat sidang putusan gugatan uji materi batas usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10). Foto: Ricardo/JPNN

“Dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar. Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat,” ujar Saldi dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK, Senin (16/10).

Sebelumnya, dalam putusan MK Nomor 29-51-55/PPU-XXI/2023, mahkamah menyatakan ihwal usia dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 adalah wewenang pembentuk UU untuk mengubahnya, dan putusan tersebut telah menutup ruang adanya tindakan lain selain dilakukan oleh pembentuk UU.

“Apakah mahkamah pernah berubah pendirian? Pernah, tetapi tidak terjadi secepat ini,” kata Saldi.

Mahasiswa Teladan Berprestasi Utama I Universitas Andalas 1994 itu berpendapat, perubahan atau penambahan terhadap persyaratan capres dan cawapres sudah selayaknya dilakukan melalui mekanisme legislative review, dengan cara merevisi UU yang dimohonkan olah para pemohon.

“Bukan justru melempar bola panas kepada Mahkamah Konstitusi. Sayangnya, hal yang sederhana dan sudah terlihat jelas ini, justru diambil alih dan dijadikan beban politik mahkamah untuk memutusnya,” ujar Saldi.

Peraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya (2001) dan gelar doktor di Universitas Gadjah Mada (2009) itu pun khawatir MK menjebak dirinya sendiri dalam pusaran politik yang pada akhirnya meruntuhkan kepercayaan publik kepada MK.

“Quo vadis Mahkamah Konstitusi?” kata Saldi. (mkri/jpnn)

MK berubah pendirian, Hakim Saldi Isra mengalami peristiwa aneh yang luar biasa. Ke mana engkau pergi, Mahkamah Konstitusi?


Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News