Respons Profesor Hariadi Kartodihardjo jika Sawit Masuk Tanaman Hutan

Respons Profesor Hariadi Kartodihardjo jika Sawit Masuk Tanaman Hutan
Guru Besar Kebijakan Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB Prof Hariadi Kartodihardjo. Foto: Dokumentasi pribadi

Hariadi menjelaskan, kehutanan dan perkebunan atau persoalan kawasan hutan dan tanah negara—yang telah dibuktikan oleh banyaknya penggunaan secara illegal maupun konflik dalam penguasaannya—menunjukkan adanya masalah tatakelola (governance) yang buruk, termasuk pelanggaran tata ruang, korupsi perijinan, maupun lemahnya lembaga pemberi ijin melakukan kontrol.

Persoalan ini jauh lebih relevan dan penting untuk diselesaikan saat ini, karena lebih menentukan keberhasilan upaya mewujudkan keadilan alokasi pemanfaatan sumberdaya alam, kepastian usaha, maupun upaya peningkatan produktivitas hutan dan lahan.

“Dengan paparan di atas, ide sawit menjadi tanaman hutan perlu dikaji ulang relevansiny,” ujarnya.

Menurut Hariadi, sebagaimana yang berjalan saat ini, kecuali ditetapkan dalam undang-undang—itupun hanya dalam kondisi tertentu, peraturan yang secara eksplisit akan memasukkan sawit sebagai tanaman hutan, tidak dapat berlaku surut.

Dengan kata lain, akan berlaku hanya untuk tanaman sawit yang ditanam setelah peraturan itu dibuat.

Akibatnya, keberadaan tanaman sawit yang telah dibangun dalam kawasan hutan, statusnya tidak berubah. Maknanya, bila tidak memenuhi syarat-syarat perizinannya, harus diupayakan agar memenuhinya. Dengan demikian, persoalan kebun sawit di masa lalu tidak dapat diputihkan dengan cara menjadikannya saat ini sebagai tanaman hutan. 

Dengan status yang tetap itu, lanjut Hariadi, solusi untuk tanaman sawit yang sudah berada dalam kawasan hutan sudah tersedia. Yaitu antara lain adanya tambahan pasal 110A dan 110B dalam perubahan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2021 mengenai tatacara mengenai sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif di bidang kehutanan.

Peraturan ini juga memuat kebijakan afirmatif—dengan membebaskan denda administrasi dan mengeluarkannya dari kawasan hutan—bagi penyelesaian persoalan perkebunan skala kecil dengan luas kurang dari 5 hektare. 

Guru Besar Kebijakan Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB Prof Hariadi Kartodihardjo merespons penegasan KLHK bahwa sawit bukanlah tanaman hutan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News