Revisi UU KPK: Tak Perlu Izin Menyadap, Kewenangan SP3 Boleh Dihapus

Revisi UU KPK: Tak Perlu Izin Menyadap, Kewenangan SP3 Boleh Dihapus
Ilustrasi KPK. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menyoroti pro dan kontra yang selalu muncul dalam setiap wacana revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

Menurut Emrus, kelompok yang mendukung kerap melontarkan pandangan bahwa wacana revisi UU KPK itu sebagai upaya melemahkan lembaga antikorupsi tersebut. Mereka menginginkan KPK tetap kuat.

Emrus menjelaskan kekhawatiran kelompok itu bisa diterima akal sehat karena perilaku koruptif di negeri ini sudah pada titik patologi sosial kronis yang membahayakan keuangan negara.

"Menurut hemat saya, seandainya anggaran, perluasan kewenangan, dan semua sumber daya yang dimiliki KPK setara saja dengan Kejaksaan Agung atau Polri, OTT oleh KPK bisa terjadi setiap hari di negeri ini," kata Emrus, Rabu (11/9).

Sisi lain, kata dia, kelompok yang kontra menyatakan revisi UU KPK bertujuan memperkuat posisi komisi antirasuah itu sendiri untuk mencegah dan memberantas korupsi di tanah air.

Menurut dia, meskipun pandangan kedua pihak saling berseberangan, sebagai suatu tesis dan antitesis uniknya mereka sama-sama mengaku mempunyai tujuan yang sama yaitu memperkuat posisi KPK.

Hanya saja, Emrus menyatakan, kebanyakan orang seolah lupa menggali sisi positif dari perbedaan itu.

Sebab, lanjut dia, dari setiap perbedaan bila diungkap secara serius, sebenarnya tersimpan energi yang luar biasa dalam bentuk sintesa yang sungguh-sungguh mampu membuat KPK bertindak profesional sebagai upaya memperkuat posisi lembaga itu dalam melaksanakan tugas mencegah serta memberantas perilaku koruptif di Indonesia.

Perlu diperbaiki dalam revisi UU KPK memang lembaga antirasuah juga harus berwenang mengeluarkan SP3.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News