Ritual Persembahan untuk Dewi Sri, Habiskan Rp 50 Juta

Ritual Persembahan untuk Dewi Sri, Habiskan Rp 50 Juta
Tradisi Ngider Githa dilaksanakan dengan menyanyikan kakidungan sembari berkeliling di areal persawahan. Foto: Agus Yuliawan/Bali Express/JPNN.com

Sedangkan Githa berarti nyanyian atau kekidungan. Jadi, tradisi ini dilaksanakan dengan menyanyikan kekidungan sembari berkeliling di areal persawahan sambil memercikkan sarana berupa arak, brem, tuak yang juga menggunakan banten khusus sebagai sarana upakara.

Tradisi ini tidak wajib dilaksanakan oleh krama yang memiliki lahan persawahan. “Hanya saja, tradisi ini digelar serangkaian dengan saud atur atau membayar kaul, dan pelaksanaannya pun harus di lahan persawahan. Tradisi ini identik dengan pemujaan terhadap Dewi Sri yang merupakan Ista Dewatanya (dewi pujaan) para petani,”papar Ulun Desa di Desa Sudaji, Jero Pasek Gede Negara, 69, kepada Bali Express (Jawa Pos Group) akhir pekan kemarin di Buleleng.

Ia mengatakan, tradisi ini terlaksana jika ada yang membayar kaul atau sesangi. “Tradisi ini tidak wajib dilaksanakan. Namun, bila memiliki kaul atau sesangi, maka harus dibayar sesuai dengan apa yang dulu diucapkan,” kata Jero Negara.

Dikatakan Jero Negara, dalam acara saat ini yang membayar kaul Ngider Githa tersebut adalah pratisentana almarhum Nyoman Labek.

Nyoman Labek inilah yang konon memiliki sesangi atau kaul bila berhasil memiliki lahan persawahan dengan membeli.

“Konon, almarhum Nyoman Labek ini yang memiliki sesangi yang intinya bila berhasil membeli lahan sawah yang ditanami padi, maka akan melaksanakan upacara Ngider Githa yang disertai dengan Sapi Gerumbungan. Nah, sesangi itulah yang dibayar sekarang oleh keturunan beliau,” ujar Jero Negara.

Lalu, apa saja sarana upakara dari tradisi Ngider Githa ini? Dijelaskan Jero Negara, sarana upakara yang dipergunakan untuk tradisi ini adalah Banten Suci yang dihaturkan kehadapan Sang Hyang Surya (penguasa matahari) sebagai saksi.

Kemudian banten sootan yang berisi babi guling jantan yang dihaturkan untuk leluhur yang memiliki kaul (naur sesangi).

Masyarakat Bali sangat kaya akan ritual, termasuk yang berkaitan dengan menanam padi. Semua ritual tersebut memiliki makna, agar padi yang ditanam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News