Riwu Ga, Hikayat Pelayan Setia Bung Karno

Riwu Ga, Hikayat Pelayan Setia Bung Karno
Rumah Pembuangan Bung Karno di Ende. Foto: Dok. JPNN.com.

Dari Pegangsaan, Riwu keliling ke arah Tanah Abang, Pasar Baru, dan memutar ke Jatinegara.  Kemudian masuk pasar-pasar. 

Apa hendak dikata, setelah Bung Karno jadi presiden, Riwu Ga tidak bisa lagi terlalu dekat. Bukan Bung Karno yang menjauh, tapi Riwu Ga yang mengaku harus tahu diri. 

Saat diwawancara Peter A. Rohi, Riwu Ga menceritakan ketika sudah jadi presiden, Bung Karno sibuk luar biasa. 

Lama mereka tak senda gurau. “Terus terang terang, terkadang saya merindukan masa-masa manis, saat mana saya merasa diri ini sangat berarti,” kenang Riwu, sebagaimana ditulis Peter Rohi dalam Riwu Ga, 14 Tahun Mengawal Bung Karno

"Semua harus saya lupakan. Kisah hidup toh tak akan sewarna terus,” kenang Riwu. 

Saat Bung Karno dan ibukota pindah ke Yogya, Riwu Ga dititipkannya kepada Harun Al Rasyid untuk bekerja di Kantor Pos Besar Jakarta. 

Riwu Ga, saksi mata pembacaan teks proklamasi itu berpulang pada tanggal 17 Agustus 1997 akibat sakit tipus dan komplikasi, dalam usia 78 Tahun di RS, Prof. W.Z. Johannes, Kupang, Timor. 

Empat belas tahun ia menjadi pelayan Bung Karno. Dari Ende, Riwu ikut Si Bung ke Bengkulu, Padang dan Jakarta. 

EMPAT tahun lamanya Bung Karno diasingkan Belanda ke Ende, Nusa Tenggara Timur. Sejak 1934 hingga 1938.  Suatu hari, Ratna Djuami anak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News