Rumah Tjong A Fie, Cagar Budaya yang Perlu Perhatian Pemerintah

Rumah Tjong A Fie, Cagar Budaya yang Perlu Perhatian Pemerintah
Peserta Lasenas ke-17 mengagumi kemegahan Rumah Tjong A Fie. Foto: Mesya/JPNN.com

Sementara para siswa mengagumi setiap sudat rumah Tjong A Fie, dari jauh sosok perempuan paruh baya mengawasi mereka. Perempuan dengan rambut potongan pendek dan dicat pirang ini bernama Tjong Nyie Mie.

Usianya tidak muda lagi. Banyak yang tidak percaya bila cucu ke-11 dari Tjong A Fie itu sudah 70 tahun.

BACA JUGA: Pak Eko: Pasti Bapak Presiden Jokowi Tidak Mau

Sejak adiknya Tjong A Fie meninggal, rumah dirawat oleh Nyie Mie. Nyie Mie tinggal di rumah itu juga. Walaupun sudah dibuka untuk umum pada 2009, tapi masih ada beberapa bagian yang tidak dibuka karena ditempati keturunan Tjong A Fie.

Diceritakan Nyie Mie, saat Rumah Tjong A Fie dibuka, lima tahun pertama pengunjungnya bisa dihitung dengan jari. Bahkan warga sekitar pun tidak ada yang tertarik untuk masuk ke dalamnya. Agar kelihatan menarik, rumah itu dicat berwarna kuning dipadukan hijau dan krem agar tidak menyerupai klenteng.

"Kalau merah kan identik dengan klenteng makanya dicat kuning agar orang tahu ini rumah," kata Nyie Mie kepada JPNN.

Meski lima tahun sepi pengunjung, keturunan Tjong A Fie tidak patah semangat. Mereka ingin masyarakat Indonesia tahu kalau di Medan ada warga Tionghoa yang turut menggerakkan ekonomi.

Tjong A Fie lahir di Tiongkok pada 1860. Dia adalah pedagang Hakka yang memiliki banyak tanah perkebunan di Medan. Dia kemudian diangkat sebagai Majoor der Chineezen di Medan dan memimpin pembangunan rel kereta api Medan-Belawan. Dia juga membangun Bank Kesawan.

Rumah Tjong A Fie merupakan salah satu cagar budaya, tempat bersejarah peninggalan zaman Kolonial Belanda.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News