RUU EBT Tidak Mendorong Kemandirian Energi
Kewajiban itu tidak menimbang kebutuhan PLN dan listrik nasional. Hal itu bisa membebani PLN dan di sisi lain menjamin investasi para pelaku EBT.
Mukthasor juga menyoroti pasal 51 yang mengatur soal feed-in tariff. Ada beberapa masalah dari aturan itu. Pertama, aturan itu bisa membengkakkan subsidi.
“Aturan itu mengasumsikan negara punya uang untuk menutup selisih produksi listrik PLN dan EBT. Kalau memang uangnya ada, kenapa tidak dipakai untuk menguatkan PLN atau industri nasional?” ujarnya.
Kedua, Komisi Pemberantasan Korupsi merekomendasikan tidak ada feed-in tariff. Jika RUU EBT tetap memasukkan klausul itu, maka RUU itu tersebut berpotensi melanggar rekomendasi KPK dan hal itu berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Ketiga, klausul itu mirip ketentuan Take of Pay (ToP) yang kini diberlakukan untuk IPP swasta. Mekanisme ToP memastikan keuntungan bagi IPP atau investor. Sementara bagi negara dan PLN, untung atau rugi harus ditanggung.
Di RUU EBT, kewajiban membeli listrik dari IPP EBT tidak memandang apakah PLN butuh atau tidak. Padahal, sekarang PLN sedang kelebihan daya.
Dampak berat ToP paling terasa paling tidak sejak 2019. Konsumsi listrik turun, sementara biaya yang harus dibayar tetap. Pandemi membuat konsumsi makin turun. Sekarang cadangan daya sudah di atas 35 persen dari idealnya 30 persen.
Keempat, RUU EBT tidak menunjukkan keberpihakan jelas pada pelaku EBT skala kecil dan menengah yang lazimnya berasal dari dalam negeri. RUU itu malah condong mendorong impor.
Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) berpeluang menghasilkan berbagai beban dan masalah bagi negara.
- PLN Indonesia Power Terima Penghargaan CSR & PDB Award 2024 dari Wapres
- Usut Kasus Korupsi di PLTU, KPK Periksa Pejabat PLN
- Progres Penyediaan Listrik di IKN Dipastikan Lancar
- PLN Indonesia Power Siapkan Kebutuhan Listrik Masa Depan
- PLN Pamer Mobil Berteknologi Canggih di PEVS 2024, Bisa Menempuh Jarak 700 Km
- Dinilai Berpertasi, Wuling Motors Sabet Penghargaan Bergengsi