RUU Pemilu Disahkan jadi UU pada 19 Juni 2017

RUU Pemilu Disahkan jadi UU pada 19 Juni 2017
Direktur Politik Dalam Negeri Ditjen Polpum Kemendagri DR Bahtiar saat diwawancarai wartawan. Foto: Ist/dok.JPNN.com

Pemerintah pun, lanjut dia, selalu membuka peluang lobi. Khususnya di luar isu presidential threshold. ”Pemerintah tidak ngotot (untuk empat isu lainnya, Red),” ujar dia.

Disinggung soal alasan ngotot ada presidential threshold, Yuswandi mengatakan, hal itu berkaitan dengan tingkat kompleksitas pelaksanaan pemilu mendatang.

Dengan adanya presidential threshold, hanya akan ada empat sampai lima calon. Hal tersebut bermanfaat pada efisiensi anggaran dan efektivitas pelaksanaan.

Sementara itu, usul agar presiden ikut mendiskusikan sistem pemilu langsung ditolak pemerintah. Presiden tidak akan ikut campur lebih jauh karena draf RUU sudah diserahkan kepada DPR.

Pemerintah juga sudah menugaskan sejumlah menteri untuk menjelaskan berbagai hal yang menjadi usul pemerintah.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung menerangkan, presiden tidak mungkin berbicara dengan para pimpinan partai untuk membahas usul pemerintah. ”Kalau presiden berbicara, itu berarti presiden mengintervensi proses yang terjadi di DPR,” tutur Pramono di kantornya kemarin.

Mantan sekretaris jenderal PDIP tersebut menambahkan, pembahasan RUU Pemilu merupakan bagian dari proses politik. Karena itu, seharusnya proses tersebut diselesaikan di DPR.

”Jangan kemudian semua persoalan itu ditarik untuk diselesaikan presiden,” lanjut mantan pimpinan DPR itu. Bila hal tersebut terjadi, sama saja pemerintah mengulang pembahasan-pembahasan sebelumnya.

Rancangan Undang-undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (RUU Pemilu) dijadwalkan akan disahkan menjadi UU pada Senin, 19 Juni 2017.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News