Saat Pulang Kampung, Suliono Ajak Debat, Ini Temanya

Saat Pulang Kampung, Suliono Ajak Debat, Ini Temanya
Garis polisi di depan Gereja Santa Lidwina Bedog, seusai diserang oleh pelaku teror bernama Suliono, Minggu (11/2). Foto: Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja

Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat yang juga mantan Kepala Desa Kandangan, Mubarok, mengaku mengenal dekat dengan keluarga Suliono, apalagi rumahnya juga tidak berjauhan.

Menurutnya, Suliono itu sebenarnya anak baik-baik. Sebelumnya, dia tidak pernah terlibat kegiatan yang mengarah yang mengganggu ketertiban warga. “Tidak pernah neko-neko,” katanya.

Hanya saja, terang dia, belakangan ini memang ada perubahan. Saat pulang Suliono pernah datang ke rumahnya dan mengajak debat terbuka.

Saat itu, salah satu hal yang dipermasalahkan Suliono kebiasaan warga membawa cok bakal atau selamatan ketika akan musim panen.

“Dia pernah menanyakan bagaimana hukumnya membawa cok bakal saat panen,” terang pria yang juga Ketua Majlis Takmir Masjid di Desa Kandangan dan Sarongan itu.

Selain itu, terang dia, tata cara berpakaian juga dibahas. Saat itu, Suliono mengatakan jika seseorang sudah mengakui menjadi Islam, seharusnya siap dalam hal berpakaian.

“Kalau sudah siap jadi orang Islam ya haus siap pakaian ala Islam,” cetus alumni Pondok Pesantren Tsamaroturroudloh Desa/Kecamatan Tegalsari, dan Pondok Pesantren Darun Najah Banyuwangi itu, menirukan Suliono.

Selama debat, Mubarok mengungkapkan Suliono menyampaikan dengan sopan dan baik. Tapi, saat itu dirinya tidak melayani dan hanya mendengar sambil memberi arahan. “Saya kasih tau, adik ini kan masih muda, nanti setelah pulang harus bisa menyesuaikan,” terangnya.

Suliono, penyerang empat jemaat Gereja Katolik St Lidwina, berasal dari keluarga biasa. Ayahnya buruh tani dan dikenal baik oleh masyarakat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News