Saipul Jamil

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Saipul Jamil
Saipul Jamil meninggalkan Lapas Kelas I Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (2/9). Foto: Firda Junita/JPNN.com

Sambutannya jauh lebih meriah dibanding sambutan terhadap Leani Ratri Oktila dan Khalimatus Sadiyah. Siapa dia? Tidak banyak yang tahu. Leani dan Khalimatus adalah pasangan atlet bulu tangkis yang memenangi medali emas Paralimpiade di Tokyo.

Dua atlet difabel itu menjadi pahlawan Indonesia di kancah internasional, sama seperti Greysa Polli dan Apriani Rahayu.

Bedanya, Leani dan Khalimatus adalah atlet difabel yang menyandang kekurangan fisik. Namun, prestasi Leani melampaui semua atlet Indonesia yang pernah berlaga di arena Paralimiade.

Leani memenangi dua medali emas dari cabang bulu tangkis, ganda putri dan ganda campuran bersama Hery Susanto.

Tidak ada sambutan yang gegap gempita untuk Leani dan Khalimatus. Tidak ada sambutan kepahlawanan untuk Leani dan kawan-kawan. Tidak ada satu pun televisi yang melakukan siaran langsung untuk menyambut kedatangan Leani dan kawan-kawan.

Mengapa demikian? Karena para pengelola televisi itu tidak melihat ada potensi hiburan yang bisa dijual dari para atlet difabel. Coba, siapa yang mau menonton para atlet difabel yang baru turun dari pesawat dengan membawa kalungan medali emas? Mau dikemas seperti apa pun event itu tidak bisa menjadi entertainment yang extravaganz.

Kita menonton televisi hanya untuk disodori dengan hiburan. Tak lebih dan tidak kurang. Sehebat apa pun peristiwanya, televisi tidak akan menyiarkannya kalau tidak menghibur.

Kita mencari hiburan di televisi sampai kekenyangan dan akhirnya mati. Sebuah acara kontes dangdut akan berlangsung dari magrib sampai tengah malam non-stop tanpa henti. Itulah televisi. Itulah hiburan.

Ada pengalungan bunga, ada sambutan, ada seremonial, ada sejumlah fan yang menyambut Saipul Jamil.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News