Saksi Sebut BLT Migor dari Anggaran Lama, Dikucurkan Imbas Lonjakan Harga CPO

Saksi Sebut BLT Migor dari Anggaran Lama, Dikucurkan Imbas Lonjakan Harga CPO
Sidang perkara dugaan korupsi pemberian izin ekspor CPO di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta merembet ke persoalan pemberian bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp 6 triliun. ILUSTRASI. FOTO: Pixabay.com

Terkait dengan nilai BLT yang diberikan sebesar Rp 300 ribu dalam tiga bulan atau Rp 100 ribu per bulan per penerima manfaat, Mira menjelaskan bantuan tersebut tidak khusus ditujukan hanya untuk membeli migor. Namun, juga kebutuhan pokok yang lain karena terimbas inflasi pangan dari migor.

“Sebelumnya mereka sudah mendapatkan program BPNT (bantuan pangan nontunai), tetapi dirasakan kurang, maka itu ditambahkan. Terkait program tadi, istilahnya BLT Migor,” tuturnya.

Seperti diketahui, Kementerian Keuangan memutuskan menambah jumlah penerima BLT minyak goreng menjadi 20,65 juta dari sebelumnya 20,5 juta penerima. Adapun penerima 20,65 juta ini berasal dari data termutakhir penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan bansos pangan yang tercatat di Kementerian Sosial (Kemensos).

Selain dari yang terdaftar di Kemensos, BLT minyak goreng juga diberikan kepada Pedagang Kaki Lima Warung (PKLW) yang berjumlah 2,5 juta penerima. Total penerima BLT minyak goreng menjadi 23,25 juta orang.

Adapun anggaran yang disiapkan sebesar Rp 6,2 triliun untuk yang ada di bawah Kementerian Sosial dan Rp 750 miliar untuk penerima PKLW. Dengan demikian total anggarannya menjadi 6,95 triliun. Untuk penyaluran BLT minyak goreng kepada PKLW, pemerintah menugaskan TNI/Polri untuk melakukannya kepada seluruh daerah di Indonesia.

Penasehat Hukum Komisaris Wilmar Nabati Master Parulian Tumanggor, Juniver Girsang mengatakan kesaksian dari Mira ini menegaskan tak ada kerugian negara dalam perkara yang membelit kliennya. Dia menegaskan, sebaliknya kesaksian ini menegasikan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Kesaksian ini jelas menegaskan, negara hadir bagi warganya yang membutuhkan bantuan, bagi fakir miskin juga tentunya. Yang juga kami cermati bahwa kesaksian ini menegaskan tidak ada kerugian negara dalam perkara klien kami. Dan, tidak ada juga uang negara masuk ke pundi-pundi klien kami. Jelas ini menegasikan dakwaan JPU terhadap klien kami," ujar Juniver Girsang.

Juniver menambahkan dalam kasus justru kliennya merugi akibat kebijakan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sekaligus pemenuhan DMO. Nilai kerugian Wilmar Nabati diklaimnya sekitar Rp 1,5 triliun. Kerugian ini didapat lantaran perusahaan dipaksa untuk menjual harga migor di bawah harga keekonomian, bahkan di bawah harga produksi.

Direktur Perlindungan Korban Bencana Sosial Kemensos Mira Riyanti Kurniasih mengatakan harga migor di pasar domestik yang tinggi kala itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News