Saparan, Ada Sesaji untuk Menghilangkan Keruwetan Hidup

Saparan, Ada Sesaji untuk Menghilangkan Keruwetan Hidup
Warga mengambil apem saat puncak tradisi Saparan di Dusun Pondok Wonolelo, Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Jumat (19/10). Foto: ELANG KHARISMA DEWANGGA/RADAR JOGJA/JPNN.com

jpnn.com - Tradisi Saparan di Dusun Pondok Wonolelo lekat dengan sejarah Ki Ageng Wonolelo. Nama besar pendiri salah satu dusun di Desa Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Jogjakarta, ini menjadi magnet dalam tradisi yang digelar setiap bulan Safar.

JAUH HARI WAWAN S, Sleman

Suasana di Dusun Pondok Wonolelo, persisnya di kawasan makam Ki Ageng Wonolelo kemarin (19/10) siang tak seperti biasanya. Riuh. Ribuan orang tumplek blek. Panasnya terik matahari yang menyengat kulit pun tak mereka hiraukan.

Ya, ribuan orang dari wilayah Sleman dan Klaten ini ingin melihat dari dekat puncak tradisi Saparan. Tradisi tahunan yang juga lekat ritual nyebar apem.

”Penasaran. Sudah lama tidak melihatnya (tradisi Saparan, Red),” ucap Semianto, seorang warga Manisrenggo, Klaten, mengaku dua kali ini menghadiri tradisi Saparan.

Pria paro baya ini tidak datang sendirian. Dia mengajak dua putrinya. Sejak pukul 01.00, Semianto rela berpanas-panasan menunggu berbagar prosesi ritual.

”Sekarang nyebar apemnya siang hari, bukan malam,” tuturnya.

Tradisi Saparan kali ini memasuki tahun ke-51. Tradisi yang digelar anak cucu Ki Ageng Wonolelo ini untuk memperingati, menghormati, dan mendoakan nenek moyang. Juga sebagai media untuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rezeki, kesehatan, keselamatan, dan ketenteraman.

Dalam tradisi Saparan, ada beragam sesaji, di antaranya tumpeng robyong, simbol untuk menghilangkan keruwetan dari berbagai macam gangguan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News