Sebelum Jatuh, Pilot Merpati Tidak Panik

Sebelum Jatuh, Pilot Merpati Tidak Panik
Sebelum Jatuh, Pilot Merpati Tidak Panik
Pakar penerbangan dari International Civil Aviation Organization Indonesia (ICAO),  Capt. Rendy Sasmita Adji Wibowo menduga ada kemungkinan kecelakaan terjadi akibat spatial disorientation atau kesalahan pilot dan co-pilot dalam memahami kondisi horizon. Sebab, sebelum mereka mendarat, kondisi cuaca saat itu sedang gerimis. "Apalagi warna langit dan laut hampir-hampir sama, jadi kehilangan batasan horizon," ungkapnya.

Walaupun MA60 dilengkapi dengan instrumen landing system atau ILS (perangkat pendaratan otomatis yang terkomputerisasi), namun menara di bandara Kaimana Papua tidak menunjang perangkat itu, sehingga pendaratan tetap harus dilakukan secara visual. Biasanya, pilot menunda pendaratan hingga hujan mereda. "Makanya pesawat sempat berputar dua kali," terangnya.

Rendy menduga, saat berputar dan bersiap mendarat secara visual, baik pilot maupun co-pilot tengah sibuk mencari-cari landasan, tanpa memperhatikan instrumen di kokpit. Akibatnya mereka tidak menyadari kalau sayap pesawat sudah menyentuh air laut. "Seharusnya, pilot dan co-pilot melakukan koordinasi. Kalau pilot mencari landasan, co-pilot harus memantau ketinggian, kecepatan, sudut belok, dan lain-lain," ungkapnya.

Meski belum membenarkan analisa itu, tetapi Dirjen Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bhakti mengaku telah merekomendasikan agar pilot Merpati yang terbang di wilayah udara Papua diganti. "Maksudnya, awak mereka itu harusnya yang lebih memahami medan dan memiliki jam terbang tinggi karena wilayah Papua memiliki keunikan sendiri. Sebaiknya yang memiliki jam terbang tinggi dan paham medan," tambahnya.

JAKARTA -  Apa yang terjadi menjelang jatuhnya pesawat MA 60 milik Merpati Nusantara Airlines di Teluk Kaimana, Papua Barat 7 Mei lalu? Komite

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News