Segala Penyakit Rempah Obatnya...Tak Percaya? Ini Sejarahnya

Segala Penyakit Rempah Obatnya...Tak Percaya? Ini Sejarahnya
Foto kayu manis ini dipajang di pameran Jalur Rempah, di Museum Nasional, Jakarta. Perhelatan ini digelar 18-25 Oktober 2015. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.com.

Theodore dari Tarsus, uskup tinggi Canterbury (669-690) penuh keyakinan menyatakan, lada yang dicampur dengan kantong empedu kelinci dapat meredakan sakit desentri. Selain itu rempah juga dipercaya untuk mengobati penyakit pes atau black death

"Meskipun kekaisaran Romawi kemudian runtuh pada abad VI Masehi, namun citra eksklusif dan eksotis rempah-rempah terus mengakar dalam kebudayaan Romawi," papar Singgih. 

Firaun dan Romawi

Dalam makalah bertajuk Jalur Rempah: Pelayaran dan Perniagaan Di Nusantara Hingga Kedatangan Bangsa Barat, Singgih Tri Sulistiyono menjelaskan, rempah merupakan tandaman endemik di negeri yang hari ini bernama Indonesia.

Dijelaskan, Banten dan Sumatra menghasilkan lada dan merica. Pulau Banda menghasilkan pala. Cengkeh tumbuh di Ambon dan Ternate. Kayumanis dan kayu cendana terutama dari kepulauan Nusatenggara.

Secara historis, menurut Singgih yang pernah meneliti hal ini, rempah telah digunakan secara meluas di berbagai belahan bumi sejak zaman Mesir Kuno, yakni ketika mengawetkan jasad Firaun Ramses II yang meninggal pada 12 Juli 1224 SM.

"Para abdinya menjejali lubang hidung Sang Firaun dengan biji lada. Penggunaan lada dimaksudkan untuk pengawetan mayat yang sudah merupakan tradisi bagi para Firaun di Mesir," tutur Singgih. 

Penggunaan rempah untuk pengawetan mayat dan hal-hal yang bersifat spiritual juga dijumpai di dalam masyarakat Yunani Kuno yang memiliki spiritualitas tinggi dalam penyembahan politheisme dan upacara persembahan kepada Dewa. 

AWAL abad V, menjelang keruntuhan kekaisaran Romawi Barat ditemukan sebuah dokumen penting; manfaat dan rempah-rempah untuk pengobatan. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News