Sejenak 'Menikmati' Rumah Aman Yayasan Embun Surabaya

Rumah Banyak Bocor, Makan Sering Kas Bon

Sejenak 'Menikmati' Rumah Aman Yayasan Embun Surabaya
SEDERHANA: Dari kiri, Joris Lato, Rendra, Rasty, Dodon, dan Hendra di ruang kantor sekaligus kamar rumah aman. Foto: Eko Priyono/Jawa Pos

Usia 13 penghuni warga dampingan beragam. Lima perempuan sudah dewasa serta dua anak di bawah umur yang usianya 14 dan 17 tahun. Salah satunya adalah siswi SD yang diperkosa bapak kandung dan guru sekolahnya. Yang berusia 17 tahun adalah korban kekerasan seksual yang baru ditangani tiga hari ini.

Selain itu, ada enam balita. Tiga di antaranya tidak memiliki bapak. Mereka dilahirkan dari rahim korban trafficking yang hamil meski saat itu masih berusia 17 tahun. Tiga balita lainnya adalah anak seorang ibu yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

Para penghuni itu memiliki latar belakang yang beragam. Misalnya, Ayu (nama samaran) yang datang ke Embun ketika masih kelas XII SMA. Dia hamil ketika berpacaran. Pacarnya tidak mau bertanggung jawab dan memaksa Ayu untuk menggugurkannya. Khawatir kehilangan sang pacar, korban menurutinya.

Setelah digugurkan, Ayu hamil lagi dengan orang yang sama. Pacarnya langsung kabur. Perempuan yang tinggal di panti asuhan sejak usia delapan tahun itu tidak lagi memiliki tempat tinggal. Ibunya meninggal, si bapak tidak diketahui rimbanya. Dia akhirnya diantar seorang temannya ke Kantor Yayasan Embun.

Lain lagi Maya (nama samaran). Perempuan 17 tahun tersebut juga menjadi korban trafficking. Setelah proses hukum selesai, Maya dipulangkan ke kampung halamannya di sebuah kabupaten sisi barat Jatim. Tidak lama setelah itu, siswi protholan sebuah SMA tersebut hamil. Nahas, ibu kandung Maya tidak mau menerimanya lagi.

Berbekal sisa uang yang dimiliki, dia membuka internet dan mendapati website Yayasan Embun. Dari informasi itulah, dia mendatangi alamat tersebut ketika kandungan berusia empat bulan. ”Anakku seperti aku. Enggak ada bapak,” ucap Maya dengan nada lirih yang membuat miris. Kini anaknya berusia tiga tahun dan tinggal di rumah aman Yayasan Embun.

Bagi enam aktivis pendamping para korban tersebut, 13 orang itu adalah anggota keluarga. Perhatian yang diberikan pun layaknya di keluarga sendiri. Ada aturan tidak tertulis yang berlaku setiap hari.

Misalnya, urusan masak-memasak. Para korban yang semuanya perempuan memasak secara bergantian. Awalnya, mereka tidak terbiasa memasak. Bahkan, hampir tidak ada yang bisa memasak. Dodon akhirnya turun tangan. Dia mulai membiasakan mengajak mereka memasak.

Membantu tidak harus menunggu mampu. Prinsip itu dipegang teguh aktivis Yayasan Embun Surabaya. Mereka menciptakan suasana kekeluargaan bagi yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News