Sekolah Duduk

Oleh: Dahlan Iskan

Sekolah Duduk
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Tahun lalu Sandiaga Uno datang ke acara haul ke-18. Menteri Pariwisata itu harus jalan kaki 5 km. Untung dia seorang pelari maraton.

Sekumpul adalah nama kampung di tengah kota Martapura. Saat Tuan Guru Sekumpul masih hidup, pengajiannya selalu dihadiri puluhan ribu orang. Seminggu sekali. Ceramah itu disampaikan dalam bahasa Banjar campur Indonesia.

Beliau sendiri memang keturunan ulama besar. Pun kakeknya-kakek. Delapan turunan ke atas adalah seorang ulama besar di Kalsel: di Makkah dikenal sebagai Al Banjari.

Tuan Guru Sekumpul sendiri diakui sebagai ulama terbesar di Kalsel. Dipercaya sebagai Wali. Muhibin juga percaya Tuan Guru sering didatangi Nabi Muhammad.

Masuklah resto masakan lokal di Kalsel: selalu ada foto besar beliau. Bahkan, di beberapa toko atau resto milik orang Tionghoa. Pun sampai di Kaltim dan Kalteng.

Beda dengan Sang Ayah, dua anak Tuan Guru tidak pernah sekolah ke Makkah. Sekolah formal di Kalsel pun tidak. "Beliau berdua Sekolah Duduk," ujar sahabat Disway di sana.

Sekolah Duduk adalah istilah setempat untuk semacam ''home schooling''. Guru yang didatangkan ke rumah. Guru apa pun. Lalu ikut ujian persamaan. Sampai tingkat Aliyah –setara SMA.

Seperti juga sang Ayah, dua anak ini tidak pernah tampil. Tidak mau tampil. Pun tidak mau berurusan dengan politik. Keduanya meneruskan tradisi keulamaan yang diwariskan turun-temurun.

Begitu banyak yang berharap berkah dari Tuan Guru Sekumpul. Mereka percaya doa-doa akan terkabul. Tentu bagi yang tidak lupa bekerja keras.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News