Selama Masih Dianggap Rekayasa, Aksi Teror Tidak Akan Sirna

Selama Masih Dianggap Rekayasa, Aksi Teror Tidak Akan Sirna
Tim Densus 88 Mabes Polri mekakukan penjagaan terhadap 22 terduga teroris, di Polda Jatim ke Mabes Polri, sebelum dibawa ke Jakarta, Kamis (18/3/2021). Foto: Polda Jatim

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Setara Institute Hendardi menilai, peristiwa teror bom di Makassar dan penyerangan ke Mabes Polri, Jakarta, menunjukkan kelompok pengusung ideologi teror masih eksis di Indonesia, termasuk dengan menggunakan strategi lone wolf.

Menurutnya, jaringan Jamaah Ansharud Daulah (JAD) adalah salah satu jaringan terorisme yang paling menonjol mengadopsi strategi lone wolf dalam menjalankan tindakan teror.

"JAD mengkapitalisasi pesatnya perkembangan teknologi informasi dan memanfaatkannya secara efektif untuk melakukan proses radikalisasi di ruang publik," ujar Hendardi dalam keterangannya, Kamis (1/4).

Eksistensi kelompok teroris ini, kata Hendardi, dimungkinkan karena tiga hal.

Pertama, karena mengendurnya kepekaan dan melemahnya partisipasi masyarakat.

Kedua, berkembang upaya untuk mendelegitimasi tindakan polisional oleh institusi-institusi keamanan negara dalam menangani terorisme.

"Ketiga, berkembang persepsi bahwa terorisme adalah konspirasi atau rekayasa pihak-pihak tertentu," katanya.

Padahal, dua aksi terakhir menurut Hendardi, menunjukkan betapa jejaring itu nyata dan keberadaan mereka membahayakan jiwa masyarakat.

Hendardi menyebut tiga alasan penyebab teroris tetap eksis di Indonesia. Salah satumya persepsi yang berkembang, bahwa aksi teror hanya rekayasa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News