Selama Masih Dianggap Rekayasa, Aksi Teror Tidak Akan Sirna

Hendardi lebih lanjut mengatakan, tindakan polisional yang terukur dan akuntabel dibenarkan dalam perpsektif hukum dan hak asasi manusia, untuk melumpuhkan teroris dan jaringannya, demi melindungi kepentingan publik dan keselamatan warga.
Hendardi menyayangkan, penyesatan opini yang mendeligitimasi tindakan koersif negara dalam menangani aksi terorisme, yang masih terus berlangsung.
Menurutnya, hal itu jelas menjadi kampanye distortif atas kinerja pemberantasan terorisme di satu sisi, dan semakin memperluas ruang radikalisasi publik dan memperkuat sikap permisif warga, di sisi lain.
Padahal, ruang-ruang publik yang permisif terhadap intoleransi dan radikalisme sangat kondusif bagi tumbuhnya jaringan teror, juga tempat yang nyaman bagi sel-sel tidur mereka.
Hendardi kembali mengingatkan, terorisme merupakan musuh bersama.
Karena itu, mobilisasi sumber daya dan dukungan bersama sangat dibutuhkan.
Selain itu, penanganan terorisme mulai dari pencegahan hingga penindakan yang bersifat terukur dan akuntabel, juga harus dilakukan secara simultan, untuk menjamin keamanan dan keselamatan seluruh warga negara.
Dalam hal ini, katanya kemudian, masyarakat mesti berpartisipasi dalam pencegahan dan aparatur negara harus melakukan tindakan hukum yang akuntabel dan terukur dalam bentuk penindakan.
Hendardi menyebut tiga alasan penyebab teroris tetap eksis di Indonesia. Salah satumya persepsi yang berkembang, bahwa aksi teror hanya rekayasa.
- BNPT Sebut FKPT Jadi Garda Depan Pencegahan Terorisme di Daerah
- Tim Deradikalisasi BNPT Berkomitmen Layani Warga Binaan Terorisme Secara Humanis
- Aparat Tembak Aparat, Hendardi: Negara Harus Tegakkan Supremasi Hukum
- Dulu Usut Teroris, Kini Brigjen Eko Hadi Dipilih jadi Dirtipid Narkoba Bareskrim
- Setara Institute Dorong Pembangunan Inklusif di Daerah, Rilis Alat Kebijakan untuk Susun RPJMD
- Seskab Teddy Naik Pangkat, SETARA Singgung Potensi Kecemburuan Pamen TNI