Selama Masih Dianggap Rekayasa, Aksi Teror Tidak Akan Sirna

Selama Masih Dianggap Rekayasa, Aksi Teror Tidak Akan Sirna
Tim Densus 88 Mabes Polri mekakukan penjagaan terhadap 22 terduga teroris, di Polda Jatim ke Mabes Polri, sebelum dibawa ke Jakarta, Kamis (18/3/2021). Foto: Polda Jatim

Hendardi lebih lanjut mengatakan, tindakan polisional yang terukur dan akuntabel dibenarkan dalam perpsektif hukum dan hak asasi manusia, untuk melumpuhkan teroris dan jaringannya, demi melindungi kepentingan publik dan keselamatan warga.

Hendardi menyayangkan, penyesatan opini yang mendeligitimasi tindakan koersif negara dalam menangani aksi terorisme, yang masih terus berlangsung.

Menurutnya,  hal itu jelas menjadi kampanye distortif atas kinerja pemberantasan terorisme di satu sisi, dan semakin memperluas ruang radikalisasi publik dan memperkuat sikap permisif warga, di sisi lain.

Padahal, ruang-ruang publik yang permisif terhadap intoleransi dan radikalisme sangat kondusif bagi tumbuhnya jaringan teror, juga tempat yang nyaman bagi sel-sel tidur mereka.

Hendardi kembali mengingatkan, terorisme merupakan musuh bersama.

Karena itu, mobilisasi sumber daya dan dukungan bersama sangat dibutuhkan.

Selain itu,  penanganan terorisme mulai dari pencegahan hingga penindakan yang bersifat terukur dan akuntabel, juga harus dilakukan secara simultan, untuk menjamin keamanan dan keselamatan seluruh warga negara.

Dalam hal ini, katanya kemudian, masyarakat mesti berpartisipasi dalam pencegahan dan aparatur negara harus melakukan tindakan hukum yang akuntabel dan terukur dalam bentuk penindakan.

Hendardi menyebut tiga alasan penyebab teroris tetap eksis di Indonesia. Salah satumya persepsi yang berkembang, bahwa aksi teror hanya rekayasa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News