Semua Anak Panah Gibran

Oleh Dahlan Iskan

Semua Anak Panah Gibran
Dahlan Iskan di Lebanon. Foto: Instagram/dahlaniskan19

Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan

Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga mencintai busur teguh yang telah meluncurkannya dengan sepenuh kekuatan.

*

Saya baca puisi berumur 100 tahun itu. Di teras museum Khalil Gibran. Di tebing gunung. Yang menghadap kota kecil Bhasarre. Kota kelahirannya. Yang tampak di bawah sana.

Saya baca keras-keras puisi terbanyak dibaca di dunia itu. Hanya disaksikan tiga orang. Di udara dingin 7 derajat. Sambil sesekali melirik puncak pegunungan bersalju.

Saya baca satu lagi puisinya. Tentang cinta yang agung. Yang juga sudah diterjemahkan ke banyak bahasa. Lebih 100 negara. Yang bisa Anda cari sendiri bait-baitnya.

Dan pasti Anda sukai isinya. Anda renungkan maknanya. Terutama dua bait pertama. Dan bait terakhirnya.

Saya nikmati kunjungan ini. Setelah tiga hari di Beirut. Bergelut dengan keruwetan pikiran. Tentang banyaknya ideologi. Tentang banyaknya keyakinan. Tentang banyaknya kesenjangan.

“Pohon ini sudah berumur 5.000 tahun,” ujar pemilik restoran yang menempel di pohon itu. Dalam bahasa Arab. Beragama Kristen Maronite.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News