Siang Hadapi Agresi Belanda, Malam Waspadai Komplotan Perampok
Namun, rencana berubah total. Belanda yang diduga menyerang saat malam, ternyata sudah datang sorenya. ‘’Kami kalang kabut, dua anggota TGP gugur,’’ jelasnya.
Soenardi dan sejawatnya lantas mundur lantaran kalah jumlah. Mereka bergerilya di Saradan, Gemarang, Kare, tembus ke Dungus.
Tidak berakhir di situ, TGP akhirnya menuju Ponorogo. Tentara-tentara pelajar itu akhirnya mendirikan markas sementara di kawasan Pulung.
Di persembunyian, jari jemari Soenardi tidak henti meracik peledak. ‘’Ke mana-mana, saku celana pasti berisi granat,’’ akunya.
Saat berada di markas, tiada hari tanpa siaga. Soenardi dan rekan-rekan seperjuangannya harus berhadapan dengan Belanda saat siang.
Sedangkan di waktu gelap, mereka mewaspadai ancaman komplotan perampok yang ingin merampas persenjataan. ‘’Pemimpin kawanan rampok namanya Kairun,’’ ingatnya.
Setahun TGP berada di markas pengungsian. Selama itu pula Soenardi anggota TGP lainnya bertahan hidup.
Kabar baik datang sekitar 1949. Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) mewajibkan Belanda menarik diri dari Indonesia air.
Tentara Genie Pelajar (TGP) angkat senjata, gagah berani melawan agresi milter Belanda. Soenardi menjadi saksi hidup perjuangan TGP.
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor